KPK: Sektor Kehutanan Area Rawan Korupsi
Sektor kehutanan merupakan area yang rentan terjadi tindak pidana korupsi, dengan dampak buruk yang massif dan dirasakan masyarakat luas.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sektor kehutanan merupakan area yang rentan terjadi tindak pidana korupsi, dengan dampak buruk yang massif dan dirasakan masyarakat luas.
Sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempatkannya sebagai salah satu fokus area pemberantasan korupsi.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam Talkshow Indonesia Pavilion COP-27 bertajuk “The Role of Law Enforcement for Stronger Commitments on Climate Action” di Sharm El-Sheikh, Kairo, Mesir pada Jumat (11/11/2022).
“KPK sadar bahwa sektor kehutanan merupakan area yang rawan korupsi, karena wilayahnya sangat luas, potensi kerugiannya besar, dan dampaknya dirasakan masyarakat. Karena itu, KPK mengejar subjek korupsi kehutanan pasti Beneficial Ownership-nya,” kata Ghufron dalam keterangannya, Sabtu (12/11/2022).
Menurut Ghufron, jika penegakan hukum korupsi sektor kehutanan hanya mengejar pelaku di lapangan, maka kejahatan pasti akan terus terjadi.
Maka dari itu, selama ini KPK selalu mengejar pemilik manfaat (Beneficial Ownership) kejahatan korupsi sektor kehutanan untuk dipidana atas perbuatannya demi mengoptimalkan pemberantasan korupsi.
Sambung Ghufron, setidaknya ada 3 pelaku korupsi sektor kehutanan yang pernah ditangani oleh KPK.
Yakni, kasus Nur Alam yang terbukti menerima suap dan gratifikasi pengurusan izin tambang di Sulawesi Tenggara pada 2017.
Baca juga: KPK Sebut Joki Skripsi Sebagai Bibit Perilaku Tindak Pidana Korupsi
Kemudian Surya Darmadi yang diduga menerima suap perubahan alih fungsi hutan pada Kementerian Kehutanan tahun 2014.
“Lalu ada juga kasus Annas Ma’amun yang terbukti menerima suap pengurusan alih fungsi kawasan hutan di Provinsi Riau 2014,” ujar Ghufron.
Dari kasus-kasus yang ditangani KPK tersebut, Ghufron menuturkan, modus korupsi sektor kehutanan paling banyak terkait pejabat pemerintah yang menerima suap untuk menerbitkan izin kawasan hutan secara ilegal. Lalu, alih fungsi kawasan hutan.
“Kalau dalam tata kelola izinnya saja sudah ada fraud, tidak sesuai ketentuan dan kenyataan, sudah pasti KPK akan menyasar pejabat pemerintah dan pemberi suap,” ujar Ghufron.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani menyebutkan bahwa permasalahan lingkungan terbesar di Indonesia meliputi penambangan illegal, pembakaran lahan, dan pembuangan limbah.
Untuk mengatasi itu, Ridho menjelaskan, pihaknya berupaya mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat maupun korporasi agar jangan sampai melakukan pelanggaran lingkungan.