Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dalam Dakwaan, Ahyudin Cs Dapat Gaji Fantastis hingga Rp100 juta karena Dirikan Yayasan Ini

Dalam sidang tersebut, jaksa membeberkan perolehan gaji para terdakwa termasuk Ahyudin selama menjabat sebagai petinggi ACT.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Dalam Dakwaan, Ahyudin Cs Dapat Gaji Fantastis hingga Rp100 juta karena Dirikan Yayasan Ini
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Sidang perdana kasus dugaan penggelapan dana donasi yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk terdakwa Ahyudin selaku mantan Presiden ACT yang dihadirkan secara online dari Rutan Bareskrim Polri, Selasa (15/11/2022). 

Mereka adalah Ibnu Khajar selaku Senior Vice President Partnership Network Department, H. Novariyadi Imam Akbari selaku Senior Vice President Humanity Network Department dan Hariyana binti Hermain selaku Senior Vice President Operasional yang kini keseluruhannya menjadi tersangka dalam perkara yang sama.

Berdasarkan jabatan yang diemban itu, para tersangka disebut meraup gaji dalam jumlah besar atau masing-masingnya diperkirakan mencapai puluhan juta hingga tertinggi didapat oleh Ahyudin yakni sebesar Rp100 juta perbulan.

"Gaji untuk President Global Islamic Philantrophy Drs. Ahyudin sebesar Rp 100.000.000.00," kata jaksa.

Sementara untuk pejabat lain yang turut menjadi tersangka masing-masing mendapat gaji Rp70 juta.

Dakwaan Jaksa

Eks Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluaga atau ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.

Berita Rekomendasi

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).

Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia. Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.

"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.

"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.

Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.


ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut

Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 dari Boeing.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas