Kejaksaan Agung Tetapkan Direktur Waskita Karya Tersangka Korupsi Penggunaan Fasilitas Pembiayaan
Dalam kasus ini, Direktur Operasional II PT Waskita Karya Bambang Rianto telah ditetapkan tersangka pada Senin (5/12/2022).
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung menetapkan satu tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk dan PT Waskita Beton Precast Tbk.
Dalam kasus ini, Direktur Operasional II PT Waskita Karya Bambang Rianto telah ditetapkan tersangka pada Senin (5/12/2022).
"Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menetapkan satu orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya Tbk dan PT Waskita Beton Precast Tbk," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus dalam keterangan resminya pada Senin (5/12/2022).
Baca juga: Empat Tersangka Kasus Korupsi Waskita Beton Precast Segera Disidang
Terhadap sang tersangka, Kejaksaan pun langsung melakukan penahanan.
Dirinya kini ditahan selama 20 hari sejak Senin (5/12/2022) di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Penahanan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor Prin-54/F.2/Fd.2/12/2022 tertanggal 5 Desember 2022.
Dalam perkara ini, Bambang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.
Dia berperan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan dokumen pendukung palsu.
Untuk menutupi perbuatannya tersebut, dana hasil pencairan SCF seolah-olah dipergunakan untuk pembayaran utang vendor yang belakangan diketahui fiktif.
"Sehingga mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara," kata Kuntadi.
Atas perbuatannya, dia dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.