Sidang Korupsi CPO, Saksi Ahli Sebut Alokasi BLT Bukan Kerugian Negara dari Persoalan Minyak Goreng
Dian juga menekankan tidak ada perbuatan melawan hukum dalam alokasi APBN untuk BLT minyak goreng. Sebab, dasar hukumnya jelas.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum terdakwa Master Parulian Tumagor, Juniver Girsang, menilai pernyataan para ahli menegaskan tidak adanya kerugian negara dalam kasus minyak goreng.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak bisa menyematkan BLT sebagai kerugian negara akibat kelangkaan.
Karena, BLT sudah dianggarkan sebelum kelangkaan terjadi dan tidak terkait dengan harga minyak goreng secara khusus.
"Tidak ada kerugian negara dalam kasus minyak goreng karena dijelaskan yang selama ini ada BLT, BLT itu sudah dianggarkan oleh negara dan kewajiban negara," katanya.
Apa yang dianggarkan negara untuk BLT adalah bukti hadirnya negara bagi warganya. Tidak untuk menutup kerugian akibat apa pun.
"Kalau sudah masuk APBN berarti tanggung jawab negara terhadap masyarakat, kecuali ada penyimpangan BLT itu, disitulah baru dikatakan merugikan negara, sementara BLT tidak diberikan kepada produsen," tutur Juniver.
Dalam surat dakwaan JPU, disebutkan bahwa pada 7 April 2022, untuk menindaklanjuti arahan Presiden, Menteri Sosial menandatangani Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 54/HUK/2022 tanggal 7 April 2022 tentang Penyaluran Bantuan Program Sembako Periode April, Mei, dan Juni Tahun 2022.
Keputusan menteri tersebut dirincikan dalam Keputusan Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin No. 41/6/SK/HK.01/4/2022. Total anggaran yang ditetapkan untuk BLT khusus minyak goreng adalah Rp6.194.850.000.000.
Keluarnya bantuan Minyak goreng itu disebut-sebut sebagai penyebab mahalnya harga minyak goreng dan imbas dari pemberian fasilitas ekspor CPO.
Disebut dalam dakwaan juga, akibat perbuatan mantan Dirjen Kemendag Indra Sari Wisnu Wardana bersama-sama dengan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Master Parulian Tumanggor, Stanley Ma dan Pierre Togar Sitanggang mengakibatkan kerugian Negara seluruhnya sejumlah Rp6.047.645.700.000.
"Dari kerugian negara tersebut, terdapat kerugian negara sebesar Rp2.952.526.912.294,45 yang merupakan beban kerugian yang ditanggung pemerintah dari diterbitkannya PE atas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Permata Hijau dan Grup Musim Mas.”
Jaksa Kejagung mendakwa lima terdakwa. Mereka yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA, General Manager PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.