Intel Nyamar jadi Wartawan 14 Tahun, Lalu Jadi Kapolsek, Mabes Polri Pun Bandingkan Negara Lain
Dedi menuturkan kasus itu tidak mempengaruhi kebebasan pers di Jawa Tengah. Sebaliknya, kerja jurnalistik di daerah tersebut disebut tidak terganggu.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri menilai kasus intel menyamar menjadi wartawan selama 14 tahun lalu didapuk sebagai Kapolsek merupakan bukan hal yang baru. Korps Bhayangkara pun membandingkan dengan negara-negara lain.
Diketahui, intel yang menyamar itu tidak lain adalah Iptu Umbaran Wibowo yang belakangan dikenal sebagai wartawan TVRI di Jawa Tengah. Namun tiba-tiba, Iptu Umbaran dilantik sebagai Kapolsek Kradenan, Blora, pada 12 Desember 2022 lalu.
"Komunikasi saya juga dengan Polda Jawa Tengah bahwa teknis terkait menyangkut masalah intelejen itu bukan hanya terjadi di Indonesia di berbagai negara pun kebebasan-kebebasan itu sifatnya tertutup," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022).
Dedi menuturkan kasus itu tidak mempengaruhi kebebasan pers di Jawa Tengah. Sebaliknya, proses kerja jurnalistik di daerah tersebut disebut pun tidak terganggu.
"Yang jelas intinya setelah saya komunikasikan dengan teman-teman Jawa Tengah terkait menyangkut masalah kebebasan pers di Jawa Tengah rupanya bekerja dengan sangat baik. Termasuk di Blora sendiri," jelasnya.
Tak hanya itu, Dedi menuturkan bahwa komunikasi antara Polri dan media juga tak ada kendala. Dia bilang, seluruh kegiatan jurnalistik berjalan seperti biasanya.
"Hubungan komunikasi dengan teman-teman media juga di sana tidak ada kendala. Semua berjalan dengan baik," pungkasnya.
Sebelumnya, Polda Jawa Tengah membantah terkait kabar Iptu Umbaran Wibowo yang kini menjabat sebagai Kapolsek Kradenan, Blora, Jawa Tengah telah dipecat.
Kabar yang diterima Tribunnews.com, pemecatan hingga pemeriksaan terhadap Iptu Umbaran Wibowo itu buntut viralnya anggota tersebut yang menyamar sebagai wartawan kontributor TV nasional.
Baca juga: Silang Pendapat Wartawan Jadi Kapolsek: IPW Sebut Intel Sejati, AJI dan LBH Tuding Polri Main Kotor
"Bersama ini disampaikan, isu pencopotan yang bersangkutan dari jabatannya selaku Kapolsek tidak benar," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iqbal Alqudusy saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (14/12/2022).
Iqbal mengatakan saat ini Iptu Umbaran Wibowo masih menjabat sebagai Kapolsek Kradenan setelah dilantik beberapa waktu yang lalu.
Penjelasan soal Pernah Jadi Wartawan TV
Iqbal Alqudusy menyebut jika wartawan tersebut merupakan anggota Polri bernama Iptu Umbaran Wibowo.
Iqbal juga membenarkan jika Iptu Umbaran pernah juga bekerja sebagai wartawan kontributor TV. Namun, bukan pegawai tetap stasiun TV tersebut.
"Iptu Umbaran betul anggota Polri dan benar pernah bekerja sebagai kontributor di TVRI Jateng untuk wilayah Pati," ucap Iqbal.
Iqbal mengatakan Iptu Umbaran pernah ditugaskan sebagai bagian Intelijen di wilayah Blora, Jawa Tengah.
"Januari tahun 2021 penugasan tersebut selesai dan dia pindah menjadi organik Polres Blora sebagai Kanit Intel di Polres Blora," ucap Iqbal.
Setelah itu, Iqbal mengatakan Iptu Umbaran diangkat menjadi Wakapolsek Blora hingga akhirnya dia diangkat menjadi Kapolsek Kradenan seperti yang diberitakan baru-baru ini.
Tanggapan AJI-LBH Pers
Ketua AJI Indonesia, Sasmito menilai praktek itu merupakan tindakan memata-matai yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pers Indonesia.
Penyusupan anggota Polri ke dalam institusi pers juga menyalahi aturan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Pers.
Pasal 6 Undang-Undang Pers menyebutkan, pers nasional memiliki peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
"Oleh sebab itu, kepolisian jelas telah menempuh cara-cara kotor dan tidak memperhatikan kepentingan umum dan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang tepat, akurat dan benar," kata Sasmito dalam keterangannya, Kamis (15/12/2022).
Selain itu, kata dia, pers memiliki imunitas dan hak atas kemerdekaan dalam melakukan kerja-kerjanya. Dengan menyusupkan polisi pada media, pihak kepolisian juga telah mengabaikan hak atas kemerdekaan pers.
"Penyusupan ini juga bertentangan dengan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap," jelasnya.
Dalam kasus ini, Sasmito menuturkan bahwa Iptu Umbaran dan Polri jelas telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas menjadi wartawan.
Dijelaskan Sasmito, media juga seharusnya dapat berperan aktif dalam menelusuri latar belakang wartawan. Hal ini akan berdampak pada kredibilitas organisasi maupun media yang bersangkutan dalam mengemban tugasnya sebagai wadah pers karena tidak mampu menjamin profesi pers yang terbebas dari potensi intervensi aktor-aktor negara.
"Lolosnya anggota kepolisian sebagai wartawan yang tersertifikasi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pers dan kerja-kerja pers secara umum," tukasnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, AJI Indonesia dan LBH Pers mendesak:
1. Mendesak pemerintah khususnya Polri untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik.
2. Mendesak Dewan Pers untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas dan memberikan sanksi kepada Iptu Umbaran yang telah melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers juga perlu memperbaiki mekanisme Uji Kompetensi Wartawan agar peristiwa serupa tidak terulang pada masa mendatang.
3. Mendorong Dewan Pers untuk memastikan aparat keamanan lain seperti TNI dan badan intelijen lainnya tidak melakukan cara-cara kotor seperti yang dilakukan Polri.
4. Mendorong organisasi pers untuk lebih aktif menelusuri latar belakang anggota dan melakukan verifikasi yang lebih komprehensif, kredibel terhadap anggotanya untuk mencegah penyusupan pihak-pihak yang dapat merugikan pers Indonesia.
5. Mendorong perusahaan media untuk melakukan seleksi yang lebih ketat dengan memperhatikan latar belakang wartawan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.