Ahli Pidana dalam Sidang Kasus Brigadir J Sebut Motif Permudah Niat Orang Melakukan Perbuatan
Hal itu dikatakan Arif saat dihadirkan dalam sidang pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023).
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Hasil Lie Detector Tak Bisa Dijadikan Alat Bukti
Ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muhammad Arif Setiawan mengungkap bahwa hasil lie detector atau pendeteksi kebohongan tak bisa dijadikan alat bukti dalam kasus pidana.
Hal itu diungkapkan Arif saat dihadirkan sebagai ahli meringankan oleh tim kuasa hukum Kuat Ma'ruf dalam sidang pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Kalau lie detector kalau dilihat dalam Pasal 184 itu kan tidak termasuk ada di sana, karena itu ahli memahami kalau lie detector yang asal muasalnya itu, kalau dasarnya itu berasal dari Peraturan Kapolri begitu," kata Arif dalam persidangan, Senin (2/1/2023).
Arif menyebut, sejatinya lie detector hanyalah sebuah alat yang digunakan untuk sebatas keperluan penyidikan.
Di mana, dengan alat tersebut, penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi atau tersangka bisa mengetahui apakah keterangan yang diperiksa itu konsisten atau tidak.
"Apakah keterangan yang diberikan para saksi itu punya konsistensi tertentu yang disebut tadi ada kebohongan atau tidak nah itu kan hanya instrumen di dalam pemeriksaan," kata dia
Kendati untuk menjadi alat bukti dalam persidangan atau perkara pidana, Arif menyebut, hasil lie detector tidak bisa disertakan di dalamnya.
"Tetapi ahli memahami itu bukan salah satu alat bukti, tetapi kalau hasil dari lie detektor itu dilakukan dengan prosedur yang benar masih mungkin dimanfaatkan untuk dinilai oleh ahli yang mempunyai kompetensi," tukas dia.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.