Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelaku Pembunuhan Berencana Harus dalam Keadaan Tenang, Ahli Pidana: Butuh Pejelasan Ahli Kejiwaan

Muhammad Arif Setiawan mengatakan bahwa untuk menentukan kondisi tenang pelaku pembunuhan berencana membutuhkan penjelasan dari ahli kejiwaan.

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pelaku Pembunuhan Berencana Harus dalam Keadaan Tenang, Ahli Pidana: Butuh Pejelasan Ahli Kejiwaan
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
Ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muhammad Arif Setiawan bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/12/2022). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muhammad Arif Setiawan mengatakan bahwa untuk menentukan kondisi tenang pelaku pembunuhan berencana membutuhkan penjelasan dari ahli kejiwaan.

Hal itu diungkapkan Arif saat dihadirkan sebagai ahli meringankan oleh tim kuasa hukum Kuat Ma'ruf dalam sidang kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023).

"Tentu saja butuh ahli lainnya karena ahli pidana tidak memiliki kapasitas untuk bisa menjelaskan seperti apa keadaan tenang itu. Karena keadaan tenang itu berkaitan dengan kondisi kejiwaan seseorang yaitu pada unsur subjektivitas dari delik pembunuhan berencana," kata Arif di persidangan.

Baca juga: Ahli Meringankan Kuat Maruf: Tak Semua Orang yang Ada di Lokasi Pembunuhan Disebut Ikut Serta

Arif melanjutkan maka dari situ harus dijelaskan oleh ahli lainnya yang menguasai ilmu tentang kejiwaan.

"Pada saat ia melakukan perbuatannya, perencanaannya serta utusannya. Apakah ini dilakukan dalam keadaan tenang atau tidak. Jadi butuh ahli yang lain," tegas Arif.

Arif menjelaskan salah satu ahli yang bisa menjelaskan misalnya ahli psikologi forensik.

Berita Rekomendasi

"Salah satunya pemeriksaan forensik apa dulu misalnya menyangkut kejiwaan, psikologi forensik itu bisa. Nanti dilihat bagaimana hasilnya kondisi kejiwaan pelaku pada saat itu," tegasnya.

Adapun dalam persidangan sebelumnya Ahli Pidana sekaligus Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas Elwi Danil menyebutkan dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dikatakan minimal harus memenuhi tiga unsur.

Elwi menyebutkan dari tiga unsur tersebut diantaranya ada waktu dan ketenangan. Kedua unsur tersebut dikatakan Elwi akan jadi bahan perdebatan.

Keterangan tersebut dijelaskan Elwi Danil saat menjadi saksi A De Charge atau saksi yang meringankan hukuman dalam lanjutan sidang terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).

"Yang pertama kehendak untuk melakukan perbuatan itu harus diputuskan dalam suasana tenang itu yang pertama," kata Elwi di persidangan.


Kemudian ia melanjutkan yang kedua antara timbulnya kehendak dengan pelaksanaan perbuatan dari manifestasi dari kehendak itu harus ada waktu yang cukup.

Untuk digunakan pelaku untuk merenungkan mempertimbangkan dan lainnya sebagainya.

"Apakah ia untuk kembali tidak melakukan kejahatan yang disampaikan. Artinya ada waktu yang cukup. Barang kali nanti yang jadi perdebatan suasana tenang dan waktu yang cukup itu," sambungnya.

Alwi juga menuturkan bahwa dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana Undangan-Undang tidak menjelaskan lebih lanjut dari makna frasa direncanakan lebih dahulu.

"Oleh karena itu ketika pembentukan Undang-undang tidak merumuskannya maka dari itu kita harus melihat pada teori atau pendapat para ahli terkemuka dan utusan-utusan sidang sebelumnya," terangnya.

Dalam penelusurannya di berbagai literatur dan utusan-utusan hakim terungkap bahwa yang dimaksud direncanakan lebih dahulu adalah minimal harus memenuhi tiga unsur atau syarat. Adapun tiga syarat yang dimaksud Elwi tersebut, ketenangan, timbulnya kehendak dan waktu yang cukup.

Kronologi Pembunuhan Brigadir J

Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas