Epidemiolog: Kasus Ciki Ngebul Jelas KLB
Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan mencatat total 33 kasus keracunan, namun belum menetapkan statusnya ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini viral makanan yang disebut Cikibul atau Ciki Ngebul, karena efek asap yang dihasilkan dari penambahan nitrogen cair pada jajanan tersebut.
Namun makanan ini kemudian menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena menjadi sebab dua kasus keracunan di wilayah Jawa Barat.
Terbaru, kasus keracunan ini telah sampai ke provinsi Jawa Timur.
Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan mencatat total 33 kasus keracunan, namun belum menetapkan statusnya ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Lalu seperti apa pendapat ahli terkait penyakit yang timbul dari mengkonsumsi makanan?
Berdasar laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2008, penyakit bawaan makanan terjadi saat dua orang atau lebih mengalami penyakit serupa setelah menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi zat atau kandungan yang sama.
Baca juga: Viral ‘ciki ngebul’: Amankah nitrogen cair pada makanan?
Di beberapa negara, hanya satu kasus penyakit bawaan makanan yang tergolong langka namun menunjukkan gejala yang parah, seperti botulisme atau keracunan bahan kimia yang juga dianggap sebagai wabah.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa kasus keracunan pangan sudah bisa dikategorikan sebagai KLB.
"Jadi, pertama, ini jelas adalah KLB," kata Dicky, kepada Tribunnews, Kamis (12/1/2023).
Ia pun menjelaskan bahwa wabah penyakit bawaan makanan bisa saja terjadi, karena makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh bakteri, virus, parasit, bahan zat kimia atau racun.
Terkait kasus ini, kata dia, KLB terjadi akibat penggunaan zat kimia yakni nitrogen cair atau disebut LN2.
"Dalam hal ini, KLB disebabkan zat kimia nitrogen," jelas Dicky.
Ia pun menegaskan bahwa pemerintah pusat maupun daerah harus segera bergerak untuk menghentikan peningkatan angka kasus.
"Sebenarnya dalam manajemen risiko, dalam suatu outbreak seperti ini, pilihan pertama adalah menghentikan dulu," tegas Dicky.
Para pedagang makanan harus diberikan edukasi terkait pengolahan maupun penyajian makanan yang sesuai dengan standar kesehatan.
Langkah ini tentunya harus cepat dilakukan pemerintah.
"Terus diberikan juga penyadaran, komunikasi dengan pedagang. Ini harus cepat prosesnya, nggak boleh lambat pemerintah pusat maupun daerahnya," pungkas Dicky.