Respons Hamdan Zoelva Sikapi Ujaran Anggota Komisi II Wahyu Sanjaya Soal DPR Diganti MK
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva merespons ujaran Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Wahyu Sanjaya.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva merespons ujaran Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Wahyu Sanjaya.
Diketahui, Wahyu Sanjaya menyebut, MK kerap membatalkan Undang-Undang yang telah dibentuk DPR dengan Pemerintah.
Hal tersebut, maksud Wahyu, menyangkut perdebatan sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional tertutup dan terbuka yang telah digugat ke MK saat ini.
Bahkan, Wahyu mengatakan, agar DPR digantikan MK saja, jika selalu melakukan pembatalan terhadap produk dari lembaga perumus peraturan perundang-undangan itu.
Menanggapi ujaran tersebut, menurut Hamdan, Wahyu Sanjaya tidak memahami ketatanegaraan Indonesia.
Baca juga: Anggota Komisi II Sebut DPR Diganti MK Saja, Pengamat: Kok Menyalahkan Mahkamah Konstitusi
"Ya bagi saya (Wahyu Sanjaya) tidak memahami ketatanegaraan kita," kata Hamdan, saat dihubungi, Jumat (13/1/2023).
Hamdan menjelaskan, DPR dan MK memiliki kewenangannya masing-masing.
Lanjutnya, DPR dengan Pemerintah memiliki kewenangan membentuk Undang Undang.
"Tapi MK punya kewenangan untuk menguji Undang Undang yang dibentuk yang dibuat oleh DPR dan Presiden," ucap Hamdan.
Adapun Hamdan menuturkan, kewenangan yang dimiliki dua lembaga berbeda itu diberikan berdasarkan Undang Undang Dasar 1945.
Baca juga: Refly Harun Tegaskan MK Harus Tolak Gugatan Sistem Pemilu
"Kalau MK membatalkan Undang Undang yang dibuat DPR dan Presiden, itu kan berdasarkan Undang Undang Dasar 1945," jelasnya.
Menurutnya, sudah menjadi tugas MK untuk menguji Undang Undang yang dibuat DPR dan Pemerintah.
"Dan ini sudah lebih dari 10 tahun ya. Banyak sekali Undang Undang yang diuji di MK dan MK membatalkan Undang Undang itu kalau bertentangan dengan Undang Undang Dasar," sambung Hamdan.
Ia mengatakan, MK didirikan untuk mengawal Undang Undang Dasar 1945.
"Karena ternyata banyak Undang Undang yang dibuat DPR dan Presiden ternyata bertentangan dengan Undang Undang Dasar," katanya.
Baca juga: Hasil RDP Komisi II DPR dan KPU soal Dapil Pemilu 2024 Tidak Berubah, Perludem: Baca Putusan MK
Selain menguji kesesuaian antara keputusan atau Undang Undang yang dibuat lembaga negara dengan Undang Undang 1945. Hamdan menerangkan, MK juga memutuskan jika terjadi sengketa kewenangan antar satu lembaga negara dengan lembaga lainnya.
"Kemudian selain itu memutuskan pembubaran partai politik. Memutuskan sengketa hasil Pemilu" sebutnya.
Sementara itu, menurut Hamdan, tidak semua Undang Undang dibatalkan MK.
Hanya yang bertentangan dengan Undang Undang Dasar saja yang dibatalkan MK.
"Kalau dilihat di MK itu hanya 12 persen maksimum dari permohonan itu yang dikabulkan oleh MK. Jadi kecil sekali. Artinya banyak (Undang Undang) yang benar, tapi ada yang tidak benar (juga)," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.