Demam Lato-lato, Ketua Komisi X DPR: Momentum Arusutamakan Permainan Tradisional
Kemendikbud Ristek bisa bekerja sama dengan dinas pendidikan di berbagai daerah untuk mengarahkan lato-lato sebagai media pembelajaran siswa.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah Dinas Pendidikan di berbagai daerah mengeluarkan larangan permainan lato-lato di lingkungan sekolah.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbud Ristek) pun diminta turun tangan untuk mengarusutamakan ragam permainan tradisional.
“Kemendikbud Ristek bisa bekerja sama dengan dinas pendidikan di berbagai daerah untuk mengarahkan lato-lato sebagai media pembelajaran siswa. Tentunya dengan pengawasan dan disiplin yang ketat sehingga meminimalkan potensi bahayanya,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Selasa (16/1/2023).
Untuk diketahui Dinas Pendidikan di sejumlah daerah melarang permainan lato-lato di bawah ke sekolah.
Di Jawa Barat, beberapa dinas pendidikan di antaranya Dinas Pendidikan Kab. Bogor, Dinas Pendidikan Kota Bandung, Dinas Pendidikan Kota Cimahi, dan Dinas Pendidikan Kota Cirebon mengimbau siswa untuk tidak membawa lato-lato ke sekolah guna memastikan kegiatan belajar mengajar tidak terganggu.
Di Lampung, Dinas Pendidikan Pesisir Barat, pun melakukan hal yang sama.
Huda menjelaskan fenomena maraknya permainan lato-lato menjadi angin segar di tengah kekhawatiran kecanduan gadget yang melandan anak-anak di Indonesia.
Menurutnya trend ini harus dijaga agar anak-anak di Indonesia terus mengeksplorasi berbagai ragam permainan tradisional di tanah air.
“Tren lato-lato menjadi bukti bahwa anak-anak kita bisa kok tidak kecanduan game online ,” katanya.
Politisi PKB ini mengatakan ragam permainan asli Indonesia begitu luar biasa. Berbagai permainan tradisional tersebut selalu mengkombinasikan gerak tubuh, interaksi sosial, hingga ketrampilan tertentu.
“Berbagai ragam permainan tradisional baik yang menggunakan media seperti lato-lato maupun tanpa alat seperti Gobak sodor sebenarnya sangat menarik bagi anak-anak. Hanya saja karena tidak dikenalkan dengan baik di sekolah akhirnya tidak berkembang,” katanya.
Kemunculan kembali Lato-lato, kata Huda tidak bisa lepas dari pengaruh media sosial yang memviralkan jenis permainan yang pernah booming di tahun 80-an tersebut.
Menurutnya metode ini bisa digunakan untuk kembali mengenalkan ragam permainan tradisional kepada anak-anak di Indonesia.
"Ragam permainan tradisional dari berbagai daerah sudah barang tentu akan menarik perhatian banyak anak. Saat ini masalahnya bagaimana memilih kemasan dan media paling efektif untuk mengenalkannya pada anak-anak. Di sini sekolah bisa menjadi garda depan dalam mengenalkan ragam permainan tradisional kepada peserta didik," pungkasnya.