Bentrok di PT GNI Morowali Utara, Politisi Hanura Bicara Pentingnya Revisi 2 Undang-Undang Ini
Politisi Partai Hanura, Inas Nasrullah Zubir, menilai bentrokan di PT GNI Morowali Utara perlu menjadi perhatian bersama baik pemerintah hingga DPR RI
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Hanura, Inas Nasrullah Zubir, menilai bentrokan di PT GNI Morowali Utara perlu menjadi perhatian bersama, baik pemerintah hingga DPR RI.
Bentrokan tersebut, dikatakan Inas, bukti bahwa pentingnya revisi dua undang-undang terkait, yakni Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
Mulanya, Inas membela apa yang dikatakan Bupati Morowali Utara Delis Julkarson Hehi dalam sebuah tayangan di televisi swasta.
Pernyataan Delis, dinilai Inas, sudah cukup jelas bahwa etos kerja dan disiplin kerja TKA Cina sangat tinggi sehingga menghasilkan produktivitas yang juga tinggi.
Bahkan, para TKA Cina itu ketika makan siang pun tidak beranjak dari lokasi tempatnya bekerja, dimana setelah selesai makan, mereka langsung bekerja lagi.
"Jadi wajar saja jika perusahaan besar memiliki matriks yang berbasis produktivitas dan efisiensi dalam sistem gaji di perusahaan tersebut. Sedangkan kultur pekerja domestik Indonesia sudah terbiasa dengan "jam istirahat makan siang" yang memakan waktu paling sedikit 1,5 jam, sehingga membutuhkan perhatian pemerintah dalam membina SDM nasional," kata Inas dalam pesan yang diterima, Sabtu (21/1/2023).
Inas juga menyoroti soal pernyatan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu yang mengahak Hanif Dhakiri selaku Menteri Ketenegakerjaan pada periode pertama Presiden Jokowi ke Morowali dan kemudian diketahui bahwa di sana TKAnya kasar, sehingga tiba-tiba undang-undangnya gakni UU Ketenagakerjaan diubah oleh pemerintah.
"Akan tetapi, ternyata Said Didu berbohong, karena undang-undang yang berlaku hingga hari ini adalah UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakejaan. Jadi, tidak benar bahwa pemerintah merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan secara tiba-tiba," kata dia.
"Apakah Said Didu lupa bahwa untuk merevisi suatu undang-undang tidaklah bisa dengan "sim salabim" langsung jadi, melainkan membutuhkan waktu pembahasan yang cukup panjang, bahkan bisa bertahun-tahun. Selain itu, untuk merevisi undang-undang harus dilaksanakan bersama DPR," tambahnya.
Soal lain dari peristiwa berdarah itu yang disoroti Inas yakni soal gaji yang diterima oleh TKA Cina lebih besar dari gaji yang diterima oleh tenaga kerja domestik, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial.
Menurutnya, ini merupakan mentalitas buruk buruh yang tidak mau tahu soal keterikatan investor Cina dan TKA Cina soal gaji yang disepakati berdasarkan aturan di negara mereka sendiri demi melindungi kesejahteraan buruh Cina yang bekerja di luar negeri, seperti standart gaji, tunjangan bekerja di luar Cina, tunjangan anak dan lain-lain.
"Padahal kita juga tahu bahwa pemerintah Indonesia akan melakukan hal sama untuk melindungi kesejahteraan buruh Indonesia yang bekerja diluar negeri, seperti misalnya memperjuangkan gaji pekerja migran Indonesia yang bekerja diluar negeri," kata dia.
Inas juga menyoroti soal serikat pekerja di PT GNI yang memaksa buruh untuk menghentikan pekerjaan dan ikut bergabung dengan aksi mogok dan demo di lingkungan pabrik.
Kegiatan serikat pekerja tersebut, menurut Inas, jelas-jelas bertentangan dengan UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.