Jaksa Minta Hakim Tolak Seluruh Pembelaan Ferdy Sambo, Tetap Dituntut Penjara Seumur Hidup
(JPU) meminta Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menolak seluruh pembelaan atau pleidoi yang dibacakan oleh terdakwa Ferdy Sambo.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menolak seluruh pembelaan atau pleidoi yang dibacakan oleh terdakwa Ferdy Sambo. Alasannya, pleidoi itu tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.
Hal tersebut jaksa sampaikan dalam persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan agenda pembacaan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (27/1/2023).
"Tim JPU dalam perkara ini berpendapat bahwa pleidoi tim penasihat hukum haruslah dikesampingkan. Selain itu, uraian pleidoi tersebut tidak memiliki dasar yuridis yang kuat, yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim JPU," ujar jaksa.
Karena itu, Jaksa meminta agar Majelis Hakim PN Jakarta Selatan untuk menolak seluruh pleidoi dari kubu Ferdy Sambo.
"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, tim JPU memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk, satu, menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo," sambungnya.
Di sisi lain, Jaksa juga memohon kepada hakim menjatuhkan putusan terhadap Sambo sesuai dengan tuntutan yang dilayangkan jaksa pada 17 Januari 2023 lalu. Yakni, jaksa meminta agar Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup.
"Dua, menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan JPU yang telah dibacakan pada Selasa 17 Januari 2023," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hari ini, Selasa (24/1/2023).
Agenda persidangan hari ini merupakan pembacaan pleidoi atau nota pembelaan Ferdy Sambo sebagai terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com di Ruang Utama PN Jakarta Selatan, persidangan Ferdy Sambo hari ini dimulai sekira pukul 16.00 WIB.
Dengan mengenakan kemeja putih, dirinya mulai membacakan 10 halaman pleidoi pribadi. Pleidoi pribadi itu ditulisnya saat ditahan di Rutan Mako Brimob.
Dalam pleidoi pribadinya, Ferdy Sambo menyampaikan beberapa poin pembelaan. Satu di antaranya, bantahan memberikan perintah menembak Brigadir J.
Hingga hari ini, Ferdy Sambo masih bersikukuh pada ucapan "hajar" yang diserukannya kepada Richard.
"Seketika itu juga terlontar dari mulut saya 'Hajar Chad! Kamu hajar Chad!'” kata Sambo menjelaskan kepada Majelis Hakim.
Menurut Ferdy Sambo, perintah hajar itu kemudian diartikan lain oleh Richard.
"Richard lantas mengokang senjatanya dan menembak beberapa kali kearah Yosua," ujarnya.
Selain itu, dia juga masih bersikukuh mengenai pelecehan seksual yang terjadi kepada isterinya, Putri Candrawathi.
"Pada tanggal 8 Juli 2022, istri saya yang terkasih Putri Candrawathi tiba dari Magelang dan menyampaikan bahwa dirinya telah diperkosa oleh almarhum Yosua sehari sebelumnya di rumah kami di Magelang," kata Sambo.
Mendengar hal itu, Sambo pun mengaku tak kuasa menahan emosinya. Apalagi, istrinya menceritakan hal tersebut sembari menangis menceritakan insiden pelecehan seksual tersebut.
"Istri saya Putri Candrawathi terus menangis tersedu-sedu sambil menceritakan bagaimana kejadian yang telah dialaminya tersebut. Tidak ada kata-kata yang dapat saya ungkapkan saat itu, dunia serasa berhenti berputar, darah saya mendidih, hati saya bergejolak, otak saya kusut membayangkan semua cerita itu," ujarnya.
Baca juga: Soal Ketulusan Sambo Cs Minta Maaf ke Keluarga Brigadir J, Psikolog: Hanya Hati Mereka yang Tahu
Kemudian Ferdy Sambo juga membantah menyusun skenario tembak-menembak bersama isterinya, Putri Candrawathi.
"Tidak ada orang lain, apa lagi istri saya Putri Candrawathi yang ikut menyusun cerita tersebut," kata Sambo.
Diakuinya bahwa skenario tembak-menembak hanya dibuat olehnya seorang diri tanpa melibatkan siapapun. Termasuk di antaranya terdakwa lain, yaitu Kuat Maruf, Ricky Rizal, dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Sebab menurutnya, para terdakwa lain tidak memiliki pengetahuan dalam bidang penyidikan.
"Jalan cerita tersebut sepenuhnya didasarkan pada pengetahuan yang saya miliki sebagai seorang penyidik sementara mereka jelas sama sekali tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang tersebut," ujar Sambo.
Pembelaan pribadi Ferdy Sambo itu kemudian dilanjutkan dengan pleidoi yang telah disusun oleh tim penasehat hukumnya (PH). Total ada 1.128 halaman pleidoi yang dibacakan tim PH. Pembacaan pleidoi tersebut baru rampung pada pukul 22.00 WIB.
Majelis Hakim pun sempat menjeda persidangan sekira pukul 18.00 WIB hingga 19.30 WIB.
Dalam upaya membela kliennya, tim PH mengklaim bahwa Ferdy Sambo tak terbukti melakukan penembakan.
Akan tetapi, Sambo disebut-sebut hanya berperan menggerakkan Bharada E untuk menghajar Brigadir J.
"Dalam persidangan tidak terbukti bahwa terdakwa melakukan penembakan. Terdakwa hanya menggerakkan Bharada Richard Eliezer dengan kalimat 'Hajar Chad'," ujar penasehat hukum Sambo.
Kemudian tim PH juga mengklaim, Ferdy Sambo tidak memiliki masalah pribadi dengan Brigadir J sebelum penembakan terjadi.
"Terdakwa Ferdy Sambo tidak memiliki permasalahan dengan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat sebelum ditembak oleh Richard Eliezer Pudihang Lumiu," ujar penasehat hukum Sambo.
Alih-alih bermasalah, tim PH mengklaim bahwa hubungan Ferdy Sambo dengan para ajudannya, termasuk Brigadir J tergolong harmonis.
"Bahwa jelas dan tegas dinyatakan oleh seluruh saksi ART dan ADC dalam persidangan, hubungan yang harmonis antara terdakwa Ferdy Sambo dengan seluruh ADC dan ART, termasuk korban Nofriansyah Yosua."