Kasus BTS Kominfo, Kejaksaan Agung Bakal Terima Pengembalian Dana Rp 500 Juta dari Pihak Swasta
Kejaksaan Agung akan menerima lagi pengembalian uang tunai terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tower base transceiver station (BTS).
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung akan menerima lagi pengembalian uang tunai terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tower base transceiver station (BTS) pada BAKTI Kominfo.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi, mengatakan pengembalian dana itu berasal dari pihak swasta.
Namun belum diungkapkan pihak swasta yang dimaksud.
"BTS kemungkinan ada pengembalian uang lagi dari swasta," kata Kuntadi kepada Tribunnews.com pada Jumat (10/2/2023).
Nominalnya pun disebut-sebut cukup signifikan sebab mencapai setengah miliar rupiah.
"Yah di atas Rp 500 juta," ujarnya.
Belum diketahui secara rinci pula asal uang yang bakal dikembalikan tersebut sebab tim penyidik masih melakukan pendalaman lebih lanjut.
"Itu masih kita dalami," kata Kuntadi.
Baca juga: Dapat Fasilitas BAKTI Kominfo, Gregorius Alex Plate Dipastikan Bukan Staf Khusus Johnny G Plate
Terkait kasus ini, Kuntadi mengimbau agar pihak-pihak yang merasa menerima uang yang tak semestinya untuk dikembalikan kepada Kejaksaan Agung sebagai aparat penegak hukum yang menangani perkara ini.
"Pokoknya yang terkait, kalau memang merasa menerima ya kita imbau dikembalikan semua," ujarnya.
Dalam perkara ini tim penyidik telah menerima uang tunai total Rp 1,8 miliar.
Sebelumnya Kejaksaan Agung menerima pengembalian uang Rp 1,2 miliar dari Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).
Uang itu dikembalikan terkait dengan nama HUDEV UI yang dicatut sebagai konsultan pada proyek pengadaan tower BTS.
"Dari HUDEV kemudian tidak merasa melakukan pekerjaan, perencaan dan penelitian itu, maka dikembalikan," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi kepada Tribunnews.com pada Kamis (26/1/2023).
Awalnya HUDEV UI memang dikontrak sebagai konsultan yang bertugas melakukan penelitian.
Namun seiring berjalannya waktu, dalam pelaksanaannya, tersangka Yohan Suryanto merekayasa kajian dengan mencatut nama HUDEV UI.
"Kalau kontraknya awalnya resmi, tapi ternyatanya dalam pelaksanaannya dia main sendiri," ujar Kuntadi.
Rekayasa itu kemudian mengakibatkan hasil kajian yang fiktif. Pada akhirnya, hasil kajian fiktif itu berdampak banyak terhadap pelaksanaan proyek pembangunan tower BTS.
"Kalau kajian fiktif menjadi dasar penghitungan harga, semuanya, panjang itu efeknya," kata Kuntadi.
Uang yang telah dikembalikan itu diketahui berasal dari BAKTI Kominfo.
Pengembalian pun dilakukan langsung oleh Ketua HUDEV UI atas dasar inisiatif sendiri.
"Pengambalian oleh Ketua HUDEV-nya langsung dan ikembalikan ke Kejagung lewat inisitatif sendiri."
Teranyar, Tim Pokja Pemilihan Proyek Base Transceiver Station (BTS) mengembalikan uang tunai kepada Kejaksaan Agung.
"Total uang yang sudah diserahkan ada 600 juta dari beberapa anggota pokjanya," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi kepada Tribunnews.com pada Rabu (8/2/2023).
Pengembalian itu disebut Kuntadi merupakan bukti adanya pengaturan dalam proses pemilihan tender proyek BTS.
"Terbukti ada permainanlah. Mereka sudah menyadari bahwa selama pelaksanaan pelelangan dia terima duit," katanya.
Uang tunai itu dikembalikan atas dasar inisiatif para anggota Pokja yang telah menerima.
"Kesadaran mereka bahwa memang dalam pelaksanaan pekerjaan mereka seharusnya kan tidak boleh menerima apapun," kata Kuntadi.
Tak hanya uang tunai dari Pokja, Kejaksaan Agung juga menerima pengembalian sejumlah aset terkait kasus ini.
Pengembalian aset-aset tersebut diterima dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Dari PPK menyerahkan rumah, mobil, dan motor," ujar Kuntadi.
Terungkapnya kasus dugaan korupsi ini bermula pada bulan Agustus 2022 ketika BAKTI Kominfo diberikan proyek untuk membangun proyek BTS 4G demi mendukung kehidupan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dalam bentuk layanan internet.
Akan tetapi, pada perjalanannya muncul dugaan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tersangka dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek.
Dalam pelaksanaan perencanaan dan lelang, tersangka melakukan rekayasa sehingga dalam proses pengadaan tidak terdapat kondisi persaingan yang sehat.
Kecurigaan pun terjadi ketika sampai batas pertanggungjawabannya, banyak proyek BTS tersebut tiba-tiba berakhir dan beberapa BTS tidak dapat digunakan oleh masyarakat.
Kejaksaan Agung lewat tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menurunkan para jaksanya untuk meneliti proyek BTS tersebut.
Perlahan, tim dari Jampidsus akhirnya berhasil mengungkap adanya korupsi pengadaan BTS ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.