Jaksa Ajukan PK Tandingan, Notaris Gugat UU Kejaksaan ke MK
Hartono kemudian tidak tinggal diam ia kemudian mengajukan uji materi Undang-undang Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Editor: Johnson Simanjuntak
Tanggal 15 September 2021 ia divonis bebas oleh majelis hakim PK.
Jaksa yang mengetahui hal tersebut tidak tinggal diam lalu mengajukan PK tandingan.
"PK-nya sudah didaftarkan ke PN Gianyar," kata Singgih.
Baca juga: Apa Bedanya Bebas Bersyarat dengan Bebas Murni?
Singgih kemudian berpendapat Peninjauan Kembali (PK) pada prinsipnya merupakan upaya hukum luar biasa (extraordinary remedy) terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Upaya hukum PK bertujuan untuk memberikan keadilan hukum, dan bisa diajukan oleh pihak yang berperkara baik untuk perkara pidana maupun perkara perdata. PK merupakan hak Terpidana selama menjalani masa pidana.
“Dalam KUHAP, khususnya Pasal 263 ayat (1) secara limitatif tidak menyebutkan Jaksa Penuntut Umum, maka hal itu berarti bahwa Jaksa/Penuntut Umum DILARANG mengajukan permohonan Peninjauan Kembali,” kata Singgih.
Sementara itu dalam sidang di Mahkamah Konstitusi(MK) Hakim Konstitusi, Arief Hidayat meminta Hartono dan kuasa hukumnya agar menambah argumentasi permohonan. Salah satunya membandingkan dengan putusan MK sebelumnya atau dengan negara lain.
"Apa hal yang sangat urgen sudah diputuskan dari yang lalu sehingga MK diberikan pemahaman, ini lho, di negara lain pun jaksa tidak boleh, yang boleh ya hak terpidana karena itu hak asasi apabila ditemukan novum. Nah itu yg bisa diuraikan kembali," ujar Arief Hidayat.
"Kalau dari sisi yang lain-lain, permohonan ini sudah baik," tambah Arief Hidayat
Hakim Konstitusi, Manahan Sitompul juga mengatakan hal yang sama kepada Hartono.
Ia meminta Hartono menajamkan alasannya untuk menggugat UU Kejaksaan terkait PK tandingan tersebut.
"Dalam norma penjelasan yang diuji ini, ini ada buntutnya. Jaksa dapat melakukan PK apabila....masih banyak yang harus diluruskan dulu. Bagaimana PK itu? Apakah lepas boleh PK? Lepas sebetulnya nggak boleh PK. Malah di sini disebutkan seperti itu. Harus dicari intisari dari penjelasan itu," ujar Manahan.(Willy Widianto)