ICW Duga Ada Benturan Konflik Kepentingan di Kasus Rafael Alun: Satu Pimpinan KPK Juga Lulusan STAN
Berangkat dari informasi tersebut, menurut Kurnia, bukan tidak mungkin relasi di antara keduanya dapat memengaruhi pernyataan atau keputusan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengumumkan benturan konflik kepentingan atau conflict of interest terkait penanganan kasus eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo.
Pasalnya, menurut informasi yang didapat ICW, Alex merupakan satu angkatan dengan Rafael Alun di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
"Merujuk pada sejumlah informasi, salah satu Pimpinan KPK, Alexander Marwata, diduga lulus dari pendidikan STAN pada tahun yang sama dengan Rafael, yaitu tahun 1986," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (15/3/2023).
Berangkat dari informasi tersebut, menurut Kurnia, bukan tidak mungkin relasi di antara keduanya dapat memengaruhi pernyataan atau keputusan yang akan dikeluarkan oleh Alex.
"Maka dari itu, Alexander harus secara terbuka mendeklarasikan potensi benturan kepentingannya kepada Pimpinan KPK lain dan Dewan Pengawas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a PerKom 5/2019," katanya.
"Jika kemudian dinilai oleh Pimpinan KPK lain dan Dewan Pengawas potensi benturan kepentingan di atas faktual serta berdampak besar terhadap netralitas pekerjaan, maka Alexander harus dibatasi dalam pelaksanaan tugas, terutama di ranah penindakan," imbuh Kurnia.
Baca juga: Soal Klub Moge di Ditjen Pajak, ICW: Bukan Soal Moge Tidak Moge Tapi darimana Hartanya Berasal
Diketahui, KPK sebelumnya mengklarifikasi kekayaan Rafael Alun pada 1 Maret lalu.
Kekayaannya Rp56,1 miliar sebagaimana tertuang dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dicurigai.
Rafael Alun juga dicurigai melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Belakangan, ia disebut memiliki safe deposit box berisi Rp37 miliar dalam pecahan mata uang asing yang diduga berasal dari suap.
KPK kemudian meningkatkan kasus Rafael ke tahap penyelidikan.
Pada proses ini, KPK mencari alat bukti dugaan tindak pidana korupsi.