Hamdan Zoelva Soroti Revisi UU Mahkamah Konstitusi: Tak Ada Urgensinya
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva buka suara terkait bergulirnya pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 24 Tahun 2003
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva buka suara terkait bergulirnya pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya, revisi undang-undang tersebut tidak perlu dilakukan.
“Gak ada yang terlalu penting. Jadi sekali lagi saya melihat tidak ada urgensinya perubahan UU MK ini,” kata Hamdan Zoelva saat ditemui Tribunnews.com di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Senin (3/4/2023).
Ia menjelaskan alasannya tidak ada kepentingan untuk mengubah UU MK tersebut.
Apalagi, lanjut dia, di dalam wacana pengubahan UU tersebut juga membahas perihal evaluasi kinerja dan syarat usia Hakim Konstitusi.
Menurut Hamdan, hal ini dapat berpengaruh pada independensi dari hakim konstitusi itu sendiri.
Ia menjelaskan bahwa dahulu, tidak ada aturan evaluasi serta periodesasi jabatan bagi hakim konstitusi di berbagai negara di dunia.
Hal itu bertujuan untuk menjaga independensi hakim konstitusi.
“Jadi di banyak negara sudah mengubah misalnya Jadi dua periode, itu kan sama dengan mirip dengan evaluasi kan periodesasi itu.”
“Artinya apakah diperpanjang atau tidak dievaluasi di periodenya di habis periodenya. Itu juga dihapus di banyak negara. Ini termasuk Rusia, di Turki,” papar Hamdan.
Menurut dia, ketentuan tersebut dihapus karena dianggap menggangu independensi hakim.
Sementara itu, lanjut Hamdan, masa jabatan hakim konstitusi di Amerika Serikat adalah seumur hidup.
Baca juga: Mahfud MD Tak Mau Revisi UU MK Kebiri Hakim Konstitusi, Termasuk Bisa Dipecat di Tengah Jalan
“Tapi kan kita tidak ingin mencontoh amerika. ini sekarang cukup bagus 70 tahun,” ucapnya.
Sehingga Hamndan beranggapan bahwa ketentuan yang telah ada dalam UU MK ini tidak perlu diubah maupun diperbarui.
“Biarkan saja hakim itu independen memutuskan berdasarkan nurani dan sifat kenegarawanan yng dimilikinya berdasarkan pemahaman konstitusi,” tuturnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.