Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Apa Beda Kasus Pembunuhan Berantai Mbah Slamet di Banjarnegara dan Kasus Wowon cs? Ini Kata Pakar

Pengamat menilai kasus pembunuhan berantai Mbah Slamet dengan kasus Wowon cs tidak memiliki perbedaan. Mereka sama-sama seorang residivis.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Suci BangunDS
zoom-in Apa Beda Kasus Pembunuhan Berantai Mbah Slamet di Banjarnegara dan Kasus Wowon cs? Ini Kata Pakar
Kolase Tribunnews.com
Kasus pembunuhan berantai di Banjarnegara dengan tersangka Mbah Slamet (kiri) dan tersangka pembunuhan di Bekasi dan Cianjur dengan tersangka Wowon (kanan). Pengamat menilai kasus pembunuhan berantai Mbah Slamet dengan kasus Wowon cs tidak memiliki perbedaan. Mereka sama-sama seorang residivis. 

TRIBUNNEWS.COM - Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan Poltekip Kemenkumham, Reza Indragiri Amriel, menilai kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh dukun pengganda uang di Banjarnegara dengan tersangka bernama Slamet Tohari (45) dengan kasus Wowon cs memiliki kesamaan.

Reza menilai para tersangka yang terlibat dalam dua kasus tersebut, sama-sama bisa disebut residivis lantaran terlibat dalam pembunuhan majemuk atau multiple killing.

"Sama-sama pembunuhan majemuk (multiple killing). Karena itulah pelaku sebenarnya sudah bisa disebut sebagai residivis, kendati mungkin belum pernah masuk penjara."

"Perhitungan residivismenya bukan berdasarkan keluar masuk penjara, tapi berdasarkan re-offend atau mengulangi perbuatan pidana," ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (4/4/2023).

Menurutnya, para pelaku dalam kedua kasus tersebut telah menjadikan membunuh orang lain sebagai metode mencari uang.

"Sudah menjadi profesi. Semakin lama, semakin fasih," kata Reza.

Baca juga: Terungkapnya Kasus Pembunuhan Modus Dukun Pengganda Uang, Pesan Singkat Korban ke Anak Jadi Petunjuk

Dia pun membeberkan data di mana rata-rata orang melakukan pembunuhan majemuk untuk pertama kalinya pada umur 27 tahun.

BERITA REKOMENDASI

Selain itu, jeda waktu yang dibutuhkan untuk membunuh satu orang ke korban berikutnya biasanya berlangsung dalam kurun waktu sekitar 34,5 bulan.

"Dari situ (data) bisa diestimasi hingga saat ini berapa jumlah korban yang dihabisi si dukun," paparnya.

Di sisi lain, Reza melihat banyak korban yang bisa dijadikan target operasi oleh sosok pembunuh seperti Slamet ataupun Wowon cs.

Salah satu korban potensial yang dimaksud adalah masyarakat yang terlibat masalah keuangan.

"Di zaman serba susah seperti sekarang, hitung-hitungan di atas kertas banyak korban potensial. Yaitu mereka yang terbelit masalah finansial," tukasnya.


Lebih lanjut, Reza mengatakan masih banyak orang percaya dengan perdukunan khususnya penggandaan uang karena adanya hindsight bias.

Menurut penjelasan Reza, hindsight bias adalah ketika orang terlalu percaya diri bisa mengatasi bahaya yang menerpanya.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas