Pekerjaan Rumah Pemerintah Jokowi Wujudkan Pelayanan Publik yang Akuntabel
Mewujudkan pelayanan publik yang akuntabel masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mewujudkan pelayanan publik yang akuntabel masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Praktik suap menyuap dalam mengakses pelayanan publik, berdasarkan catatan Transparency International (TI) Indonesia, masih terjadi secara masif.
Alvin Nicola, Program Manager TI Indonesia, menyebut studi yang dilakukan timnya pada setahun terakhir menunjukkan 90 persen masyarakat merasa bahwa korupsi di tubuh pemerintah merupakan masalah besar.
30 persen masyarakat Indonesia, dalam studi itu, mengaku pernah membayar suap ketika mengakses layanan publik.
Pengalaman suap masyarakat Indonesia paling tinggi melibatkan layanan di kepolisian yang sebesar 41 persen.
Angka kasus suap ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata Asia yang hanya sebesar 23 persen.
Demikian disampaikan Alvin dalam diskusi bertajuk Korupsi dan Pelayanan Publik yang diselenggarakan Center for Research on Ethics Economy and Democracy (CREED) di Jakarta, Senin (10/4/2023).
"Kenapa kemudian mereka ingin membayar suap? Alasan nomor satu sebagai tanda terimakasih (33 persen). Kita kan dikenal ramah, untuk menyuap saja disebut sebagai tanda terimakasih. Lalu ada juga yang memang karena diminta oleh petugasnya alias membayar biaya yang tidak resmi (25%) atau karena ditawari agar prosesnya jauh lebih cepat (21%)," katanya.
Dewan Penasehat Hippindo, Tutum Rahanta, tak menampik ucapan TI Indonesia tentang maraknya praktik suap menyuap dalam mengakses pelayanan publik.
Para pelaku usaha yang cenderung membutuhkan akses cepat terhadap proses-proses perizinan usaha, tak jarang mengikuti praktik serupa.
Bahkan Tutum menyebut perilaku koruptif dalam mengakses pelayanan publik seakan sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan sebagian besar masyarakat.
"Pelaku usaha memperhitungkan untuk efesiensi. Efesiensi itu salah satunya waktu. Semuanya kalau selama bisa dibeli dengan uang, apakah itu tidak korup ataupun korup, pasti akan dilakukan," ujarnya.
Dari pengamatan Tutum, praktik suap menyuap dalam mengakses pelayanan publik oleh pelaku usaha terjadi karena adanya peluang, sistem yang kurang baik, dan sumber daya manusia (SDM) yang tidak berintegritas.