Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Demokrat Sebut Masalah Anas Urbaningrum Urusan KPK Era Abraham Samad

Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan pihaknya tak mau dikaitkan dengan masalah yang menjerat Anas Urbaningrum.

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Demokrat Sebut Masalah Anas Urbaningrum Urusan KPK Era Abraham Samad
Tribunnews.com/ Fersianus Waku
Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (12/4/2023). Ia mengatakan pihaknya tak mau dikaitkan dengan masalah yang menjerat Anas Urbaningrum. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan pihaknya tak mau dikaitkan dengan masalah yang menjerat Anas Urbaningrum.

Herzaky menegaskan tidak tepat bila Anas Urbaningrum dibenturkan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Kalau mengkaitkan atau membenturkan Mas Anas dengan Mas AHY atau dengan Demokrat, enggak ada hubungan," kata Herzaky dalam jumpa pers di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (12/4/2023).

Demikian pula dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dia meminta agar tak dikaitkan dengan Anas Urbaningrum.

Herzaky mengatakan yang menghukum mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kedua mengkaitkan dengan Pak SBY, enggak tepat itu. Karena yang menghukum beliau itu KPK," ujarnya.

Baca juga: Nasdem Tak Khawatir Bebasnya Anas Urbaningrum Ganggu Koalisi Perubahan

Berita Rekomendasi

Anas ditangkap KPK pimpinan Abraham Samad, Bambang Widjojanto (BW), dan Novel Baswedan.

"Jadi enggak tepat ditanyakan ke Demokrat. Tanyakan lebih tepat ke Abraham samad, Bang BW, Novel," ucapnya.

Sebagai informasi, Anas telah resmi bebas seusai menjalani masa hukuman selama 9 tahun 3 bulan di Lapas Sukamiskin.

Baca juga: Disinggung Janjinya Gantung di Monas, Anas Urbaningrum: Saya Tidak Melakukan yang Dituduhkan

Kini, dia tengah menjalani cuti menjelang bebas (CMB) selama 3 bulan ke depan.

Perjalanan Kasus Anas Urbaningrum

Adapun Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Anas Urbaningrum atas kasus korupsi proyek Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang.

Selain itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar Amerika Serikat.

Atas putusan itu, Anas Urbaningrum bersama kuasa hukumnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Pada tingkat banding, Anas mendapat keringanan hukuman menjadi 7 tahun penjara.

Atas putusan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Di tingkat kasasi, MA memperberat Anas menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti Rp57,59 miliar subsider 4 tahun kurungan serta pencabutan hak politik.

Tidak terima atas putusan kasasi, Anas kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) pada Juli 2018 lalu.

Dalam amar putusannya, majelis hakim PK MA menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hukuman tersebut berkurang 6 tahun dibanding putusan tingkat kasasi yang menjatuhkan hukuman 14 tahun pidana penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.

Putusan PK Anas Urbaningrum diputus oleh majelis PK yang terdiri dari Ketua Hakim Agung Sunarto selaku Ketua Majelis serta Andi Samsan Nganro dan M Askin selaku Hakim Anggota pada Rabu, 30 September 2020.

Selain pidana pokok, majelis PK MA juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Anas Urbaningrum berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 2 tahun penjara serta pencabutan hak politik selama 5 tahun sejak bebas dari penjara.

Dalam putusannya, majelis PK MA berpendapat alasan Anas mengajukan PK lantaran adanya kekhilafan hakim dapat dibenarkan.

Majelis PK menyatakan judex juris telah salah menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan sebagai fakta hukum tentang tindak pidana yang dilakukan Anas.

Dalam pertimbangannya, majelis PK MA menilai uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.

Sebagian dari dana tersebut kemudian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.

Namun, majelis PK menilai tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.

Selain itu, tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum.

Hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian.

Sementara, satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.

Majelis PK pun menilai dalam proses pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat, Anas tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat.

Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung.

Uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.

Dengan pertimbangan tersebut, majelis PK menilai dakwaan Pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut.

MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas