Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ORASI Anas Urbaningrum, Bicara tentang Pertentangan, Permusuhan hingga Soal Keadilan Setelah Bebas

Anas Urbaningrum menyampaikan permohonan maaf apabila kebebasannya dinilai akan mendatangkan permusuhan

Penulis: Eko Sutriyanto
zoom-in ORASI Anas Urbaningrum, Bicara tentang Pertentangan, Permusuhan hingga Soal Keadilan Setelah Bebas
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Politisi Anas Urbaningrum makan bersama istri Athiyyah Laila, anak perempuannya, serta sejumlah kolega dan sahabat setelah bebas dari Lapas Sukamiskin pada acara Silaturahmi Akbar Kader HMI Se-Indonesia Menyambut Anas Urbaningrum, di Rumah Makan Ponyo, Jalan Raya Cinunuk, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/4/2023). Anas Urbaningrum menghirup udara bebas dari Lapas Sukamiskin setelah menjalani masa tahanan selama delapan tahun usai divonis bersalah dalam kasus proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang 2010-2012. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Menurut Ujang artinya Anas kelihatannya punya panggung politik ke depan untuk bisa bersaing dengan partai politik yang lain.

Termasuk dengan Partai Demokrat yang telah jadi rumahnya sekaligus yang pernah memenjarakan dirinya di Sukamiskin.

"Kita lihat nantinya dinamikanya seperti apa. Apakah Anas dengan pidato halusnya tersebut membuat musuh-musuh Anas itu gentar atau tidak," tutupnya

Perjalanan Kasus Anas Urbaningrum

Adapun Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Anas Urbaningrum atas kasus korupsi proyek Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang.

Selain itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar Amerika Serikat.

Atas putusan itu, Anas Urbaningrum bersama kuasa hukumnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Berita Rekomendasi

Pada tingkat banding, Anas mendapat keringanan hukuman menjadi 7 tahun penjara.

Atas putusan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Baca juga: Respons Demokrat usai Anas Urbaningrum Bebas: Biasa Aja, Beliau Bagian dari Masa Lalu

Di tingkat kasasi, MA memperberat Anas menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti Rp57,59 miliar subsider 4 tahun kurungan serta pencabutan hak politik.

Tidak terima atas putusan kasasi, Anas kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) pada Juli 2018 lalu.

Dalam amar putusannya, majelis hakim PK MA menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.


Hukuman tersebut berkurang 6 tahun dibanding putusan tingkat kasasi yang menjatuhkan hukuman 14 tahun pidana penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.

Putusan PK Anas Urbaningrum diputus oleh majelis PK yang terdiri dari Ketua Hakim Agung Sunarto selaku Ketua Majelis serta Andi Samsan Nganro dan M Askin selaku Hakim Anggota pada Rabu, 30 September 2020.

Selain pidana pokok, majelis PK MA juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Anas Urbaningrum berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 2 tahun penjara serta pencabutan hak politik selama 5 tahun sejak bebas dari penjara.

Dalam putusannya, majelis PK MA berpendapat alasan Anas mengajukan PK lantaran adanya kekhilafan hakim dapat dibenarkan.

Majelis PK menyatakan judex juris telah salah menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan sebagai fakta hukum tentang tindak pidana yang dilakukan Anas.

Dalam pertimbangannya, majelis PK MA menilai uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.

Sebagian dari dana tersebut kemudian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.

Namun, majelis PK menilai tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.

Selain itu, tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum.

Hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian.

Sementara, satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.

Majelis PK pun menilai dalam proses pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat, Anas tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat.

Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung.

Uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.

Dengan pertimbangan tersebut, majelis PK menilai dakwaan Pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut.

MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.  (Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha/Nuryanti/Naufal Lanten)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas