5 Poin Pembelaan Teddy Minahasa, Bantah Linda Istri Siri Hingga Merasa Dikerjai Keluarga AKBP Dody
Teddy Minahasa mengungkap sejumlah poin bantahan dalam pembelaannya terkait kasus peredaran Narkoba. Hal itu dibacakannya dalam sidang pleidoi.
Penulis: Adi Suhendi
3. Bantah Kunjungi Pabrik Sabu di Taiwan
Teddy Minahasa pun membantah pernah mengunjungi pabrik sabu di Taiwan.
"Mengunjungi pabrik sabu ke Taiwan, secara logika apakah mungkin seorang polisi dari negara lain, Indonesia, mengunjungi pabrik sabu di Taiwan di mana tempat tersebut merupakan sarang mafia," kata Teddy.
Menurut Teddy jika benar dirinya berkunjung ke pabrik sabu di Taiwan, maka ia pulang hanya tinggal nama.
Sementara jasadnya akan dibuang ke laut oleh para mafia guna menghilangkan jejak.
"Pasti saya pulang tinggal nama dan jasad saya dibuang ke laut oleh mafia tersebut," kata dia.
4. Merasa Dikerjai Keluarga AKBP Dody Prawiranegara
Teddy Minahasa memberi tanggapan atas surat terbuka yang dibacakan Irjen Pol (Purn) Maman Supratman, ayahanda AKBP Dody Prawiranegara di media sosial.
Menurut Teddy, surat terbuka itu merupakan upaya mempengaruhi Majelis Hakim dalam memutuskan kasus peredaran narkoba yang menyeretnya bersama Dody sebagai terdakwa.
Teddy pun menganggap perbuatan Maman sama saja dengan meragukan independensi Majelis Hakim.
"Sehingga Maman Supratman perlu mengirim surat terbuka untuk memohon perlindungan hukum kepada pimpinan tertinggi lembaga eksekutif dan yudikatif," kata Teddy.
Surat terbuka yang dibacakan Maman juga dianggap Teddy tendensius dengan meenyerang dirinya.
"Like father like son, antara anak dan orang tua sama saja perilakunya, yaitu membela diri dengan menyerang dan memberatkan orang lain," katanya.
Selain surat terbuka, Teddy juga menyinggung telepon yang disebut-sebut sebagai intervensi atas Dody.
Menurut Teddy, dirinya menghubungi Maman dan Rakhma, istri Dody untuk menolong.
"Justru saya telepon Rakhma untuk menindaklanjuti permintaan tolong Rakhma untuk suaminya karena Rakhma selalu mengeluh kepada istri saya, 'Kok Mas Dody kena pasal berlapis?'" kata Teddy.
Atas bantuan yang dianggap sebagai intervensi itu, Teddy pun merasa dikerjai oleh Maman dan Rakhma.
"Saya merasa benar-benar dikerjai oleh keluarga Dody Prawiranegara ini, Yang Mulia," katanya.
5. Tak Pernah Minta Setoran
Teddy Minahasa mengaku sadar disebut-sebut sebagai polisi terkaya di Indonesia.
Harta kekayaannya yang tercatat di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tahun 2022 mencapai Rp 29,9 miliar.
Gelar demikian tak ditampik Teddy Minahasa.
Dia justru menyampaikan bahwa besarnya nilai kekayaanya karena kepatuhan melaporkan harta kekayaan sebagai pejabat publik.
"Jika saya diframing media sebagai polisi terkaya versi LHKPN 2022 menurut saya itu karena saya melaporkan apa adanya tentang apa yang saya punya," katanya.
Sebagai polisi paling kaya, menurutnya mustahil dia sampai menghancurkan karir hanya demi uang Rp 300 juta yang disebut-sebut dari penjualan narkoba.
"Mohon maaf saya bukan mengutarakan kesombongan. Namun untuk apa lagi saya harus melakukan penyimpangan hukum seperti ini hanya demi uang Rp 300 juta," katanya.
Selain itu, dia juga menyangkal isu dirinya mendapatkan uang setoran dari anak buahnya.
"Mohon maaf saya tidak pernah meminta setoran-setoran itu. Saya tidak pernah Yang Mulia," katanya.
Diketahui jaksa penuntut umum menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati pada Kamis (30/3/2023) lalu.
"Menuntut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Minahasa Putra dengan hukuman mati," ujar jaksa dalam persidangan.
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irjen Teddy Minahasa bersalah melakukan jual-beli narkotika jenis sabu.
JPU pun menyimpulkan bahwa Teddy terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP
Oleh sebab itu, JPU meminta agar Majelis Hakim menyatakan Teddy Minahasa bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut, menyatakan terdakwa Teddy Minahasa Putra telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP sesuai dakwaan pertama kami," ujar jaksa.
Dalam tuntutan mati bagi Teddy, jaksa tak mempertimbangkan satu hal pun untuk meringankan.
"Hal-hal yang meringankan: tidak ada," ujar jaksa penuntut umum.
Sementara yang memberatkan, jaksa mempertimbangkan delapan hal dalam tuntutan Teddy Minahasa.
Pertama, Teddy dianggap turut menikmati keuntungan hasil penjualan narkotika jenis sabu.
Kedua, Teddy mestinya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran narkoba karena merupakan aparat penegak hukum.
"Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika," kata jaksa penuntut umum.
Ketiga, perbuatan Teddy dianggap merusak kepercayaan publik kepada institusi penegak hukum, khususnya Polri.
Keempat, Teddy dianggap telah merusak nama baik Polri.
Kelima, selama proses pemeriksaan, Teddy tidak mengakui perbuatannya.
Keenam, Teddy cenderung menyangkal dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
Ketujuh, sebagai Kapolda, Teddy dianggap mengkhianati perintah presiden dalam menegakkan hukum dan pemberantasan narkoba.
Kedelapan, Teddy dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika. (Tribunnews.com/ Ashri Fadila/ danang/ Fitri Wulandari)