Hari Pendidikan Nasional 2023, Pengamat Soroti Kekerasan Dalam Pendidikan Masih Dianggap Wajar
Pakar pendidikan UIN Jakarta Ridholloh menyoroti terkait kekerasan yang kerap terjadi di lembaga pendidikan di Indonesia.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei.
Pakar pendidikan UIN Jakarta Ridholloh menyoroti terkait kekerasan yang kerap terjadi di lembaga pendidikan di Indonesia.
Ridholloh menuturkan, para pahlawan pendidikan di Indonesia mendidik dengan humanisme.
"Mari mengheningkan cipta sejenak untuk para pahlawan pendidikan Indonesia sembari meneruskan jejak-jejak humanisme mereka dalam mendidik," kata Ridholloh, dalam keterangan pers tertulis, Selasa ini.
Ridho kemudian mengatakan, selama kekerasan di dunia pendidikan masih dianggap wajar, gangguang mental bahkan kematian di sekolah akan tetap ada.
"Oleh sebab itu, selama kekerasan dalam dunia pendidikan masih dianggap hal yang wajar, maka angka perundungan, bullying, gangguan mental siswa bahkan bisa jadi angka kematian di sekolah akan terus ada," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyinggung terkait maraknya kasus kekerasan yang dilakukan oknum guru dan berakhir dilaporkan oleh pihak orang tua siswa ke pihak berwajib.
Kata Ridho, kekerasan dalam pendidikan bukanlah merupakan ajaran dari agama Islam.
"Sekurangnya ada 3 metode pendidikan dalam Islam yang disebut dalam QS An Nahl ayat 125 yaitu Hikmah, Mau'izah Hasanah, dan Mujadalah," jelasnya.
"Bahkan dalam sejarah tentang para Anbiya dalam Quran tidak pernah membalas pengingkaran terhadap risalahnya dengan kekerasan.
"Nabi Nuh dan Nabi Hud berdoa dengan ungkapan 'Tuhan tolonglah aku atas pengingkaran mereka'," sambungnya.
Baca juga: Perdana, Sekolah Adat Hadir di Upacara Hari Pendidikan Nasional di Kantor Kemendikbduristek
Menurut Ridholloh, tidak ada satu pun kesalahan seorang murid yang layak dibalas dengan kekerasan, yang dapat melukai fisik maupun mental siswa.
"Guru yang memilih bersikap sabar bukan berarti mereka lemah," ucapnya.
"Hemat saya, kasus ini tidak bisa dipukul rata, tergantung pada tingkatan kekerasan yang dilakukan dan seberapa besar dampak yang diterima oleh korban," ucapnya.
Jelasnya, bila kekerasan yang dilakukan masuk kategori ringan, baiknya dilakukan upaya diplomasi terlebih dahulu.
"Namun bila masuk kategori berat, maka tidak ada jalan lain selain melaporkan kepada pihak yang berwajib agar kejadian serupa tidak terulang. Sehingga orang tua merasa aman dan nyaman menitipkan anaknya di sekolah," katanya.