Pengamat Nilai Revisi UU TNI Problematik dan Berpotensi Lemahkan Reformasi Militer
Menurutnya draf tersebut dapat dianggap menciptakan problem baru dikarenakan beberapa hal.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Ia mengingatkan kebijakan dan keputusan politik negara merupakan payung dasar yang dibutuhkan prajurit di lapangan untuk dapat bergerak leluasa.
Dengan begitu, kata Anton, mekanisme akuntabilitas dalam aktivitas militer dapat terjaga.
Di sisi lain, menurutnya ide memperkuat otonomi TNI justru semakin eksplisit.
Hal tersebut, kata dia, dapat dilihat dari adanya keinginan untuk mengatur dan mengelola anggaran pertahanan secara lebih leluasa.
"Tidak hanya itu, keinginan untuk mendapatkan anggaran non pertahanan dari APBN juga dituangkan secara eksplisit dalam draf ini dengan mendrop frasa 'anggaran pertahanan negara' yang tertuang dalam Pasal 66 ayat 1 UU TNI," kata Anton.
"Pasal tersebut berbunyi 'TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.'," sambung dia.
Ketiga, menurutnya perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki perwira aktif berpotensi mengganggu pembinaan karir Aparatur Sipil Negara.
Menurut Anton benar bahwa Pasal 47 ayat 2 UU TNI yang hanya membolehkan ruang jabatan yang ada pada sembilan institusi sipil yang dapat diduduki prajurit aktif perlu direvisi.
Akan tetapi, kata dia, penambahan institusi yang sebelumnya tidak diwacanakan seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) jelas tidak perlu dilakukan.
Menurutnua adanya penunjukkan perwira aktif TNI yang menduduki jabatan eselon 1 di KKP saat ini, misalnya, jelas tidak urgen untuk dijadikan ketentuan permanen.
Selain semestinya bersifat ad hoc atau sementara, kata dia, penempatan prajurit aktif di lembaga sipil dapat mengganggu moril ASN yang sudah meniti karir di instansi tersebut.
Di sisi lain, menurut Anton ruang prajurit untuk menempati jabatan sipil semestinya merujuk pada PP No 17/2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
"Penting untuk diingat, penempatan prajurit aktif pada pos jabatan sipil justru akan melemahkan profesionalisme militer," kata dia.
Selanjutnya, kata Anton, draf usulan revisi UU TNI juga menyiptakan inefisiensi pengelolaan institusi angkatan bersenjata.