Fenomena Politisi Pindah Partai, Pengamat Sebut Akibat Parpol Tak Mementingkan Ideologi
partai politik di Indonesia cenderung tidak melihat aspek ikatan ideologis sebagai pertimbangan utama dalam rekrutmen caleg
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilu Serentak 2024 bakal berlangsung kurang dari setahun lagi.
Seiring dengan tahapan pemilu yang terus berjalan, sejumlah politisi tercatat berpindah dari satu partai ke parpol lain.
Direktur Eksekutif AlGORITMA Research and Consulting Aditya Perdana menyebut terdapat sebuah alasan yang mendasari terjadinya fenomena perpindahan politisi ke parpol lain ini.
Dia menyebut hal ini lantaran partai politik cenderung tidak menitikberatkan aspek ideologis sebagai pertimbangan ketika proses perekrutan calon anggota legislatif (caleg).
“Fenomena politisi lompat pagar juga kita dapat memahami, karena partai politik di Indonesia cenderung tidak melihat aspek ikatan ideologis sebagai pertimbangan utama dalam rekrutmen caleg,” ucap Aditya dalam keterangannya, Selasa (16/5/2023).
Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai perlu ada aturan khusus untuk meminimalisir kader partai ataupun calon anggota legislatif (caleg) yang kerap berpindah parpol.
Diketahui, fenomena berpindahnya sejumlah kader ataupun caleg dari satu parpol ke partai lain biasa disebut dengan istilah kutu loncat.
Anggota Dewan Pembina Perludem sekaligus Dosen Hukum Pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraeni menyebut apapun mekanisme sistem pemilu-nya, pasti ada fenomena caleg kutu loncat tersebut.
Menurutnya, aturan yang sesuai untuk menekan fenomena caleg oportunis tersebut adalah syarat minimal menetap di partai politik.
“Untuk mencegah kehadiran petualang politik oportunis atau caleg kutu loncat, apapaun pilihan sistemnya mesti disertai syarat caleg harus berstatus kader partai selama kurun waktu tertentu. Misalnya minimal 3 tahun sebelum pendaftaran caleg dilakukan,” kata Titi saat memberikan keterangan ahli di sidang Mahkamah Konstitusi, Senin (15/5/2023).
Dengan syarat minimal 3 tahun tersebut, lanjut Titi, memungkinkan partai politik menggembleng internalisasi ideologi partai ke kader jika ada caleg yang ingin bergabung.
“Pilihan yang tidak sulit apalagi rumit. Namun jadi sangat pelik saat aktor politik yang juga pembentuk Undang-Undang lebih mengedepankan kepentingan pragmatis elektoral,” tuturnya.
Baca juga: Pengamat Soroti Fenomena Kader Parpol Pindah Partai Jelang Pemilihan Umum
Berdasarkan informasi yang telah dirangkum, berikut sejumlah politisi yang pindah partai politik.
Eva Sundari