SBM Mobil Listrik Bagi PNS Rp1 Miliar Tuai Pro Kontra, Pengamat: Publik Jangan Salah Tafsir
Direktur Eksekutif CREED, Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan SBM mobil listrik ini merupakan payung hukum untuk mengatur batas atas pagu anggaran.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Whiesa Daniswara
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024 menuai pro kontra di kalangan masyarakat.
Dalam peraturan yang diundangkan pada 3 Mei 2023 tersebut tertuang Standar Biaya Masukan (SBM) untuk mobil listrik bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pada pasal 2 huruf a dan b PMK 49/2023 mengatur mengenai batas maksimal atau estimasi anggaran yang dapat diajukan kementerian/ lembaga. Disebutkan bahwa anggaran maksimal untuk motor listrik maksimal Rp28 juta per unit dan kendaraan listrik operasional kantor maksimal Rp430 juta. Sedangkan pengadaan mobil listrik untuk eselon I maksimal Rp967 juta, serta eselon II maksimal Rp746 juta.
Lembaga kajian kebijakan publik, Center for Research on Ethics, Economy, and Democracy (CREED) meminta publik tidak salah tafsir terkait penerapan SBM dalam PMK 49/2023.
Direktur Eksekutif CREED, Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan SBM mobil listrik ini merupakan payung hukum untuk mengatur batas atas pagu anggaran yang bisa diajukan untuk pengadaan kendaraan listrik.
Baca juga: Anggaran Pemeliharaan Mobil Listrik PNS Dipatok Rp 14 Juta, Lebih Kecil dari Bensin
"Jadi publik jangan salah menafsirkan bila pemerintah melakukan pemborosan, justru SBM ini standar biaya pagu anggaran yang berfungsi memberikan payung hukum jika ada instansi pemerintah yang ingin mengajukan," kata Billie kepada wartawan, Senin (22/5/2023).
Lewat pembatasan pagu, pemerintah berupaya untuk menjaga efisiensi anggaran pada APBN, lantaran besaran pengadaannya tak bisa dilampaui.
"Penerapan SBM ini memberikan batasan harga tertinggi dalam pengadaan kendaraan listrik, artinya besarannya tidak dapat dilampaui. Ini semua demi menjaga efisiensi anggaran pada APBN," lanjutnya.
"Dalam hal ini sepertinya pemerintah juga mau membuka ruang bagi yang ingin menerapkan pengadaan mobil listrik, namun dengan batasan anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui PMK tersebut," kata dia.
Billie menyebut beleid SBM mobil listrik ini memiliki tujuan positif, yakni upaya mengurangi emisi karbon di ruang publik sebagai bentuk dukungan pada pemerintah yang telah meratifikasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change.
Baca juga: Tren Harga Mobil Listrik Global Turun, Faisal Basri Sebut Harga EV di Indonesia Malah Kian Melambung
Selain itu peraturan ini juga bisa mendorong pertumbuhan industri mobil listrik di Indonesia yang mulai bergairah.
"Artinya peraturan ini sekaligus mendukung aktivitas sektor ekonomi di belakang industri mobil listrik. Di mana mobil listrik ini membutuhkan komponen industri nikel yang sangat besar untuk kebutuhan baterai dan keberlangsungan hidup para buruh yang bekerja di sektor ini," jelas dosen Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini.