Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ombudsman Punya Opsi Jemput Paksa Firli Cs soal Pencopotan Brigjen Endar

Upaya pemanggilan paksa ini dilakukan, setelah Ombudsman RI melayangkan surat pemanggilan sebanyak dua kali pada 11 Mei dan 22 Mei 2023.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Ombudsman Punya Opsi Jemput Paksa Firli Cs soal Pencopotan Brigjen Endar
Fersianus Waku
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI menyesalkan sikap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya Hardianto Harefa yang dinilai tidak kooperatif, memberikan keterangan terkait pemberhentian Brigjen Pol Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK.

Sebab, KPK secara kelembagaan malah mempertanyakan balik kewenagan Ombudsman dalam menangani dugaan maladministrasi pemberhentian Endar Priantoro.

Upaya pemanggilan paksa ini dilakukan, setelah Ombudsman RI melayangkan surat pemanggilan sebanyak dua kali pada 11 Mei dan 22 Mei 2023.

Namun, dua panggilan pemeriksaan itu tak diindahkan oleh KPK.

"Kami sampaikan disana bahwa bila hingga pemanggilan ketiga pihak terlapor tidak juga datang memenuhi permintaan keterangan secara langsung oleh Ombudsman RI, maka sesuai dengann peraturan perundang-undangan, kami punya beberapa opsi," ucap Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2023).

Opsi pertama, kata Robert, pihak terlapor tidak menggunakan haknya untuk memberikan jawaban atas pelaporan yang dituduhkan.

Baca juga: Ombudsman Dikagetkan Surat KPK yang Malah Pertanyakan Kewenangan Memeriksa Kasus Endar Priantoro

Berita Rekomendasi

Opsi ini dilakukan, apabila pihak terlapor mempunyai kendala teknis, sehingga tidak memahami terhadap kasus yang ditangani Ombudsman.

"Kita kemudian menganggap yang bersangkutan tidak menggunakan haknya, dan ombudsman melanjutkan proses pemeriksaan tanpa keterangan, informasi, dan klarifikasi dari pihak yang bersangkutan. Ini terjadi di sejumlah kasus," kata Robert.

Opsi kedua, lanjut Robert, Ombudsman RI melakukan upaya jemput paksa, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU 37 Tahun 2008, Ombudsman bisa menghadirkan terlapor secara paksa, pemanggilan paksa dengan bantuan Polri.

"Ini opsi yang diambil ketika kami menilai ketidakhadiran itu karena unsur kesengajaan, apalagi secara terang benderang menyampaikan argumentasi yang justru mempertanyakan kewenangan ombudsman," jelas Robert.

Sebagaimana diketahui, Endar Priantoro melayangkan keberatan ke KPK pada Rabu (12/4/2023) lalu.

Keberatan itu disampaikan, karena menganggap ada perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pimpinan KPK dan Sekretaris Jenderal KPK.

Hal ini terkait dengan pemberhentian dengan hormat dan pengembalian dirinya ke instansi Polri.

Selain itu, Endar juga turut melaporkan Firli Bahuri ke Dewas KPK dan Ombudsman.

Endar Priantoro menduga terdapat perbuatan malaadministrasi dalam pemberhentian dirinya yang dilakukan pimpinan KPK.

Menurutnya, maladministrasi tersebut dalam bentuk perbuatan melawan hukum, melampaui kewenangan, penggunaan wewenang untuk tujuan lain, serta pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Endar menilai ada intervensi terhadap independensi penegakan hukum yang terus berulang melalui pola yang sama.

Hal ini tercermin dari pemberhentian atau pemecatan terhadap pihak yang berupaya menegakkan hukum dan melakukan pemberantasan korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas