Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sesmenko Polhukam: Korban Pelanggaran HAM yang Berat di Aceh Sementara Ada 84 dan Bisa Bertambah

Korban Pelanggaran HAM yang Berat di Aceh Sementara Ada 84, kemungkinan korban bisa bertambah karena terus dilakukan verifikasi data.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Sesmenko Polhukam: Korban Pelanggaran HAM yang Berat di Aceh Sementara Ada 84 dan Bisa Bertambah
For Serambinews.com
Surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo yang dibacakan oleh Murtala salah satu korban tragedi Simpang KKA, Aceh Utara, Rabu (3/5/2023). Korban Pelanggaran HAM yang Berat di Aceh Sementara Ada 84, kemungkinan korban bisa bertambah karena terus dilakukan verifikasi data. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Menko Polhukam RI sekaligus Ketua Pelaksana Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat, Letjen TNI Teguh Pudjo Rumekso, mengatakan tim yang dipimpinnya tengah menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023.

Perintah Inpres tersebut, kata dia, adalah untuk melaksanakan rekomendasi yang telah diberikan oleh Tim PP HAM. 

Menindaklanjuti Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat, Teguh mengatakan tim yang dipimpinnya telah melakukan rapat beberapa kali dengan Kementerian Lembaga.

Baca juga: Keluarga Korban Pelanggaran HAM Simpang KKA Aceh Utara Kirim Surat Terbuka untuk Jokowi

Rapat tersebut, kata dia, untuk membahas rencana Kick Off pada akhir Juni di Aceh.

Tim, kata dia, juga sudah meninjau ke Aceh dengan Kementerian dan Lembaga terkait untuk memverifikasi data-data korban secara langsung.

"Data korban di Aceh sementara ini berjumlah 84. Saya katakan sementara karena kemungkinan bisa bertambah. Kemudian kami juga sedang memverifikasi data-data korban di 9 peristiwa yang lain," kata Teguh dalam keterangan tertulis pada Kamis (1/6/2023).

"Data-data ini kami perlukan karena bersamaan nanti Kick Off di Aceh, di tempat lain juga akan dilaksanakan Kick Off secara virtual," sambung dia.

BERITA REKOMENDASI

Dia juga mengatakan pemulihan hak-hak korban bisa dalam bentuk pemberian beasiswa, jaminan kesehatan, rehabilitasi rumah, pelatihan-pelatihan keterampilan dan lain-lain, disesuaikan dengan permintaan para korban.

Selain pemulihan hak-hak korban, lanjut dia, tidak kalah pentingnya adalah mencegah jangan sampai pelanggaran HAM berat terjadi lagi pada masa mendatang, sesuai yang diamanahkan Inpres no 2 tahun 2022.

"Saya sudah melapor kepada Panglima TNI dan Kapolri, hasil diskusi yang dilaksanakan oleh TIM PKP HAM, yang merekomendasikan perubahan organisasi struktural bidang Hukum di TNI dan Polri, misalkan Babinkum TNI menjadi Babinkum HAM TNI, Kadivkum di Polri menjadi Kadivkum HAM, dan ini masih akan dikaji," kata Teguh.

Presiden Terbitkan Inpres dan Keppres

Diberitakan Kompas.id sebelumnya, dua bulan setelah Presiden Joko Widodo mengakui dan menyesalkan 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat, Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat diterbitkan.


Selain Inpres No 2/2023, Presiden Jokowi juga mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat. 

Tim pemantau terdiri dari pengarah dan pelaksana. 

Dari keppres yang salinannya diterima Kompas, Kamis (16/3/2023) disebutkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD didapuk sebagai Ketua Tim Pengarah.

Adapun, Ketua Pelaksana adalah Sekretaris Kemenko Polhukam Letnan Jenderal TNI Teguh Pudjo Rumekso. 

Wakil Ketua Pelaksana adalah Makarim Wibisono yang merupakan mantan Ketua Tim PPHAM. 

Selain itu, juga ada perwakilan dari masyarakat sipil, yaitu mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, mantan Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Choirul Anam, dan Amiruddin Al Rahab. Ada pula tokoh agama Zaky Manuputi dan Pastor John Djonga.

Baca juga: Cerita Pilu TKW asal Aceh Utara, Dijadikan PSK oleh Temannya di Malaysia

Sesuai keppres, tim pelaksana bertugas melakukan pemantauan, evaluasi, dan pengendalian implementasi rekomendasi Tim PPHAM. 

Mereka juga memberikan usulan saran dan pertimbangan kepada Ketua Tim Pengarah, serta melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rekomendasi secara berkala atau sewaktu-waktu kepada ketua tim pengarah. 

Masa kerja tim pemantau PPHAM itu berlaku sejak keppres ditetapkan pada 15 Maret 2023 dan berakhir pada 31 Desember 2023.

Sementara itu, secara umum, Inpres No 2/2023 berisi perintah presiden kepada 19 kementerian dan lembaga untuk menindaklanjuti rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM). 

Tim sebelumnya telah bekerja selama dua bulan sejak September-Desember 2022 untuk mengkaji 12 pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM. 

Tim kemudian melahirkan laporan dan rekomendasi yang harus dijalankan oleh pemerintah untuk memulihkan hak korban.

Sebanyak 19 kementerian dan lembaga itu di antaranya adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; Menteri Dalam Negeri; Menteri Luar Negeri; Menteri Agama; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; Menteri Keuangan; Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Menteri Kesehatan; Menteri Sosial; Menteri Ketenagakerjaan; Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Menteri Pertanian; Menteri Badan Usaha Milik Negara; Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Jaksa Agung, Panglima TNI; dan Kapolri.

Negara Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).

“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.

Baca juga: Di PBB, Indonesia Akui dan Sesali 12 Pelanggaran HAM di Masa Lalu

Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Presiden sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut. 

Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat di antaranya yakni:

1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Presiden menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban peristiwa tersebut.

Sebelumnya pada 29 Desember 2022, Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) yang dipimpin Makarim Wibisono menyarankan Presiden Joko Widodo mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Dalam laporan akhir dan rekomendasi yang telah diserahkannya kepada Menko Polhukam RI Mahfud MD, kata Makarim, ada dua hal penting.

Pertama, soal laporan mengenai hasil kerja Tim PPHAM yang telah dikerjakan sesuai Keppres nomor 17 tahun 2022 tentang pembentukan Tim PPHAM.

Laporan tersebut, pada pokoknya mengungkap dan memberi analisa pada pelanggaran HAM masa lalu.

Baca juga: Aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Kembali Jalani Sidang Kasus Lord Luhut

Kedua, rekomendasi mengenai pemulihan korban

Ketiga, rekomendasi agar masalah pelanggaran HAM tidak terjadi lagi di Indonesia.

Lebih jauh, Makarim menjelaskan inti dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan Tim PPHAM dengan korban, keluarga korban, pendamping, dan unsur LSM adalah mereka menginginkan negara mengakui kasus-kasus pelanggaran HAM berst tersebut.

Karena sampai sekarang, kata dia, tidak ada satupun pengakuan negara terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, kata Makarim, mereka sangat mengharapkan adanya pengakuan dari negara bahwa telah terjadi peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut.

Ia berharap saran tersebut bisa diterima oleh pemerintah dan bisa dijadikan pegangan.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas