Kerugian Rp 8 Triliun Korupsi BTS Diragukan, BPK Diminta Lakukan Audit
Indonesia Audit Watch (IAW) dan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai penghitungan kerugian negara yang mencapai Rp 8,3 triliun meragukan
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penghitungan kerugian negara sebesar Rp 8,32 triliun diragukan Indonesia Audit Watch (IAW).
Alasannya, IAW menemukan bahwa anggaran proyek pembangunan BTS tersebut sebagian telah dibelanjakan okeh vendor.
"Artinya barangnya sudah dibeli, apa iya kerugiannya hingga 80 persen," ujar Sekretaris IAW, Iskandar Sitorus dalam keterangannya, Senin (5/6/2023).
Atas keraguan itu, IAW pun mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit.
"Supaya data yang dihasilkan sahih, valid dan faktual sebab kami ragu dengan angka 8,3 T," katanya.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pun menilai bahwa penghitungan kerugian negara yang mencapai Rp 8,3 triliun itu meragukan.
Baca juga: MAKI Tegaskan Tak Lagi Dukung KPK jika Pansel yang Terpilih Tak Profesional
Sebab Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) hanya menghitung prestasi terbangunnya BTS berdasarkan cut of proses pembangunan hingga tahun Maret 2022, yang secara kumulatif baru terbangun 20 persen.
Padahal sampai bulan Desember 2022, anggaran sebesar Rp 8,3 Triliun itu sudah terserap sebesar 90 persen atau setara Rp 7,47 triliun untuk belanja perangkat BTS, antara lain angkutan perangkat sampai ke lokasi dan konstruksi BTS.
“Namun belum dibuatkan berita acara serah terima BTS dengan BAKTI” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.
Penghitungan kerugian oleh BPKP itu diketahui hanya dilakukan terhadap pembangunan 1.200 dari 4.800 menara BTS.
BPK diminta untuk menghitung dan menetapkan kerugian negara dari kasus korupsi BTS ini.
"Karena salah satu rumusan pidana khusus yang menyatakan hanya BPK yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian negara," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah mengumumkan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi pembangunan tower BTS Kominfo mencapai Rp 8,3 triliun.
Nilai tersebut merupakan hasil penghitungan Kejaksaan Agung bersama BPKP.
Menurut Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh, nilai kerugian tersebut diperoleh dari pemeriksaan saksi-saksi pendapat para ahli.
"Berdasarkan bukti yang kami peroleh, kami menyimpulkan terdapat kerugian negara 8.320.840.133.395 rupiah," ujar Ateh dalam konferensi pers bersama Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin di Kantor Kejaksaan Agung pada Senin (15/5/2023).
Total kerugian negara itu disebut Ateh terdiri dari tiga hal, yaitu biaya pendukung penyesuaian harga kajian, markup harga, dan pembiayaan tower BTS belum terbangun.
Enam Tersangka Korupsi dan Empat Tersangka TPPU Proyek BTS Kominfo
Dalam kasus korupsi pembangunan tower BTS ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan enam tersangka.
Satu di antaranya merupakan eks Menkominfo, Johnny G Plate, Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.
Sementara dari pihak swasta, ada empat tersangka, yaitu: Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto; Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali; dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.
Dalam perkara ini, tim penyidik menemukan adanya permufakatan jahat di yang dilakukan mereka.
Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi Menara BTS, Menkominfo Johnny G Plate Punya Kekayaan Rp191 Miliar
Oleh sebab itu, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tak hanya perkara korupsi, Kejaksaan juga telah menetapkan tersangka dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Tiga di antaranya juga menjadi tersangka dalam perkara pokok.
Mereka ialah: Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.
Adapun tersangka TPPU yang belum dijerat perkara pokok, ialah Windy Hermawan sebagai pihak swasta.
Akibat perbuatannya, para tersangka TPPU dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.