Bawaslu Klaim Tidak Diberi Akses Detail Ihwal Daftar Pemilih, KPU: Sudah Diberi Sesuai Permintaan
KPU RI tegas membantah Badan Pengawas Pemilu yang mengaku pihaknya tidak diberi akses data yang detail ihwal daftar pemilih yang tengah disusun
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tegas membantah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang mengaku pihaknya tidak diberi akses data yang detail ihwal daftar pemilih yang tengah disusun.
“Akses Sidalih (Sistem Informasi Daftar Pemilih) sudah diberikan ke teman-teman Bawaslu sesuai permintaan," kata Anggota KPU RI, Betty Epsilon Idroos, kepada saat dihubungi, Selasa (13/6/2023).
Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI ini juga membantah jika KPU berlindung di balik ‘informasi yang dikecualikan’ sebagai alasan tak memberi data detail terkait daftar pemilih Pemilu 2024 kepada Bawaslu.
Betty menekankan semua data sudah pihaknya berikan kepada Bawaslu selain informasi yang dikecualikan seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (NKK).
"Salinan Daftar Pemilih Sementara (DPS) juga sudah diberikan. Kami sudah berikan pula saat rekapitulasi (data) se-Indonesia di KPU RI," ia menambahkan.
Sebagai informasi, berdasarkan jadwal pemutakhiran daftar pemilih yang ditetapkan dalam Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2023, KPU RI sudah selesai menyusun DPS dan DPS Hasil Perbaikan (DPSHP).
Kini, KPU RI sedang terus memperbaiki data dalam menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menjelaskan pihaknya hanya mendapat data daftar pemilih yang dibatasi, sehingga hal ini membuat Bawaslu kesusahan dalam melakukan pemeriksaan dan pengawasan.
“Masa kita mau mengecek orang alamatnya ditutup cuma sampai RT saja, jalannya enggak ada. Bayangkan kita dikasih data seperti itu,” kata Bagja kepada awak media, Senin (12/6/2023).
Ia khawatir, tanpa pengawasan yang baik, penyusunan daftar pemilih oleh KPU RI tidak maksimal, sehingga menyisakan warga yang seharusnya tidak berhak memilih masuk ke dalam daftar.
Baca juga: Wapres Minta Diaspora Indonesia di Uzbekistan Hadapi Pemilu Tanpa Permusuhan
"Bisa 100 orang kita tidak tahu makhluk dari mana kemudian tiba-tiba ada di DPS. Itu bisa digunakan nanti suaranya," kata Bagja.
"Masa kita mau mengecek orang tapi alamatnya ditutup cuma sampai RT doang, jalannya nggak ada. Yang namanya, misalnya, Agus di dalam 1 RT itu bisa 10 orang lho," tandasnya.