Eks Pejabat DKI Divonis 3 Tahun Terkait Korupsi Alat Berat, Kuasa Hukum: Kami Pikir-pikir
Perkara korupsi pengadaan alat berat, terdakwa Hamdan divonis penjara selama 3 tahun dan denda Rp300 juta, kuasa hukum pikir-pikir ajukan banding.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan kasus korupsi pada Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan terdakwa PPK alat berat penunjang perbaikan jalan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Peralatan dan Perbekalan (Alkal) pada Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 Hamdan dan Irianto selaku Direktur PT Dor Ma Uli (DMU), Selasa (13/6/2023).
Dalam perkara korupsi pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan pada UPT Alkal Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta tahun 2015, dari hasil perhitungan kerugian negara sebesar Rp13.673.821.158 berdasarkan Laporan Akuntan Independen.
Adapun pasal yang didakwakan untuk Hamdan dan Irianto adalah Pasal 2 Ayat (1) Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Baca juga: Pemerintah Pusat Ikut Tangani 24 Ruas Jalan Rusak di Aceh
Pada sidang Selasa kemarin, agendanya adalah pembacaan putusan majelis hakim untuk terdakwa Hamdan dan Irianto.
Majelis hakim yang diketuai oleh Panji Surono dan Eko Aryanto sebagai anggota serta hakim ad hoc tipikor Mulyono dwi Putranto menjatuhkan hukuman kurungan penjara selama 5 tahun kepada Irianto dan membayar denda Rp500 juta serta uang pengganti sebesar Rp11 miliar.
Sementara, terdakwa Hamdan dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 3 tahun dan membayar denda Rp300 juta dan tidak ada membayar uang pengganti.
Kuasa hukum Hamdan, Anis Fauzan, mengatakan bahwa kliennya mengambil sikap pikir-pikir terhadap putusan majelis hakim tersebut.
"Kita menghormati putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta kepada klien kami. Kalau dicermati pembacaan putusan hakim menyatakan dakwaan primer terhadap klien kami tidak terbukti sehingga hakim memberikan vonis lebih rendah 1 tahun dari tuntutan JPU 4 tahun pidana penjara dan tanpa uang pengganti," kata Anis dalam keterangannya, Rabu (14/6/2023).
Baca juga: Jusuf Hamka Tak Kapok Berbisnis Jalan Tol Meski Punya Piutang Ratusan Miliar ke Pemerintah
Anis mengatakan bahwa efek dari kasus ini akan berdampak pada rasa tidak percaya terhadap sistem e-catalog.
Menurut dia, nantinya para pejabat pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem e-catalog ini akan merasa tidak aman karena dengan sistem yang baikpun orang masih bisa dipidana.
"Ditambah lagi dalam fakta-fakta persidangan terungkap bahwa lembaga LKPP hanya melakukan verifikasi dokumen terhadap barang yang didaftar dan ditayangkan di e-catalog, tidak riset pasar dan tidak melakukan verifikasi lanjutan sehingga kalau ada barang yang ditayang di sana lantas tak sesuai spesifikasi yang bertanggung jawab malah yang membeli seperti yang menimpa klien saya ini," katanya.
Untuk diketahui, kasus Hamdan terjadi pada tahun 2015.
Anis menyebut generasi awal e-catalog diluncurkan dan masih di bawah tanggung jawab LKPP meskipun untuk pemerintah daerah.
Karena di tahun tersebut, lanjutnya, Jakarta menjadi semacam percontohan untuk sistem e-catalog.
Pengacara dari kantor hukum Ideality Law Firm ini menjelaskan bahwa kliennya dipidana karena dianggap membeli barang yang tidak sesuai spesifikasi.
Baca juga: Jalan Tol Jakarta-Merak Untungkan Pembangunan Proyek Properti Skala Kota di Barat Jakarta
Anis menjelaskan, Hamdan membeli alat berat penunjang perbaikan jalan melalui pihak ketiga, yakni e-catalog LKPP.
Kemudian barang yang dibeli kemahalan karena rupanya barang tersebut bukan barang yang berasal dari Amerika Serikat, melainkan dari Cina.
"Yang jadi pertanyaan kita kenapa bisa tayang itu di e-catalog jika memang tak sesuai spek? Bagaimana sistem verifikasi dan pendaftaran e-catalog sehingga barang yang tak sesuai pun bisa lolos dan tayang? Lalu bagaimana tanggung jawab hukum pihak penyelenggara e-catalog jika terjadi kasus seperti yang klien kami hadapi? Ini saya kira penting untuk jadi catatan agar penyelenggara e-catalog lebih berhati-hati supaya tidak timbul lagi kejadian serupa di kemudian hari," katanya.
"Apalagi sistem pembelian barang dan jasa pemerintah melalui e-catalog ini merupakan prioritas presiden. Dalam setiap kesempatan Presiden Jokowi selalu mendorong agar semakin banyak barang yang di daftar di e-catalog supaya pengadaan barang dan jasa pemerintah lebih efisien dan transparan. Saya kira niat baik presiden tersebut harus diterjemahkan dengan baik oleh para pejabat di semua lembaga penyelenggara e-catalog tingkat pusat maupun pemda," imbuhnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.