Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Jokowi akan Konsultasi ke Menlu soal Pengakuan Resmi Belanda atas Kemerdekaan RI

Jokowi akan meminta masukan kepada Menlu RI Retno LP Marsudi terkait pengakuan resmi Perdana Menteri (PM) Belanda atas kemerdekaan Indonesia.

Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Presiden Jokowi akan Konsultasi ke Menlu soal Pengakuan Resmi Belanda atas Kemerdekaan RI
Instagram @jokowi
Presiden Jokowi akan meminta masukan kepada Menlu RI Retno LP Marsudi terkait pengakuan resmi Perdana Menteri (PM) Belanda atas kemerdekaan Indonesia. 

Pada 2005, Menteri Luar Negeri Belanda saat itu, Ben Bot, mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia secara "de facto" sudah dimulai pada tahun 1945.

Tetapi Belanda secara resmi masih menggunakan tanggal 27 Desember 1949, ketika Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 oleh Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, mengemuka ketika dia hadir dalam perdebatan mengenai hasil penelitian dekolonisasi di parlemen Belanda.

Sebanyak 15 anggota parlemen yang masing-masing mewakili partainya mempersoalkan setidaknya tiga hal terkait penelitian berjudul "Kemerdekaan, dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia, 1945-1950".

Hasil penelitian yang dipublikasikan tiga lembaga Belanda medio Februari 2022 lalu, menyebutkan adanya kekerasan ekstrem militer Belanda yang terstruktur.

Pertama, soal aspek hukum. Penelitian itu cenderung menggunakan istilah "kekerasan ekstrem", bukan "kejahatan perang".

Kedua, soal tanggung jawab dan permintaan maaf pemerintah terhadap para korban dan veteran Belanda itu sendiri.

Berita Rekomendasi

Ketiga, soal kompensasi dan rehabilitasi para veteran perang yang dianggap penjahat perang.

PM Rutte yang hadir didampingi Menteri Luar Negeri, Wopke Hoekstra, dan Menteri Pertahanan, Kajsa Ollorongren, memberikan pernyataan permintaan maaf atas terjadinya kekerasan ekstrem.

PM Rutte masih bersikeras menyebutnya kekerasan ekstrem alih-alih kejahatan perang, dengan mendasarkan pada Konvensi Jenewa 1949.

"Masa kekerasan itu terjadi sebelum Konvensi Jenewa. Kesimpulannya kami tidak setuju itu kejahatan perang secara yuridis. Secara moral, ya, tapi tidak secara yuridis," tegas Rutte.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas