Fakta-fakta Penting Jet Tempur Mirage 2000: Pernah Tembak Jatuh F-16 Turki, Segera Perkuat TNI AU
Berikut sejumlah fakta menarik tentang jet tempur buatan Perancis Mirage 2000 dan alasan Indonesia membelinya.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Berdasarkan kontrak, kata Edwin, dinyatakan bahwa kedatangan tiga pesawat Rafale pertama baru akan terlaksana pada bulan Januari 2026.
Sementara itu, lanjut dia, kontrak pesawat F-15 masih dalam tahap pembahasan Letter of Offer and Acceptance oleh Pemerintah Amerika Serikat pembelian pesawat F-15 dengan skema FMS (Foreign Military Sales).
Kemhan RI melaksanakan pengadaan pesawat Mirage 2000-5 Ex Qatari Air Force, kata dia, karena Indonesia membutuhkan Alutsista pesawat tempur yang bisa melaksanakan delivery secara cepat untuk menutupi penurunan kesiapan tempur TNI AU.
Penurunan kesiapan tempur TNI AU tersebut, kata dia, disebabkan oleh banyaknya pesawat tempur TNI AU yang habis masa pakainya, banyaknya pesawat yang akan melaksanakan upgrade, overhaul/repair dan masih lamanya delivery pesawat pesanan pengadaan baru.
Dengan kondisi tersebut, kata Edwin, pembelian pesawat Mirage 2000-5 Ex Qatari Air Force dinilai merupakan langkah yang tepat guna memenuhi kesiapan pesawat tempur TNI AU.
5. Pengamat: Keputusan membeli Mirage 2000 sudah tepat
Pengamat militer Apep Agustiawan menilai, anggaran yang dikeluarkan untuk mengakuisisi jet tempur Mirage 2000 tersebut tergolong kecil mengingat kondisi alutsista Indonesia yang memprihatinkan dan kebutuhan mendesak serta penggunaan yang mencapai jangka panjang.
Diutarakannya, dengan menambah kekuatan 12 pesawat Mirage 2000 -5, seharga Rp4,7 triliun dan dukungan perawatan, pelatihan dan fasilitas Rp7,1 triliun.
Jika membeli unit baru maka RI hanya mendapatkan sekitar dua hingga tiga pesawat saja.
"Angkanya masih sangat ideal. Terlebih jika kita melihat betapa pentingnya kebutuhan kemanan dan fungsionalnya. Selain itu penting untuk menjaga kekosongan kekuatan negara di angkasa dalam rangka menjaga ekonomi (PDB) Rp19.558 triliun, dimana membutuhkan rasa aman," katanya dalam keterangan resminya.
"Termasuk juga potensi negara ini bisa mencapai Rp24 ribu triliun (pertahun) jika hitung potensinya menghasilkan antara Rp300 ribu untuk laut dan Rp500 ribu rata-rata permeter per bulan. Sehingga kalau kita berbicara kemerdekaan dan kedaulatan negara, maka tidak ternilai harganya. Dengan perhitungan minimal jika petani punya 1 hektar = 10.000 m2 = pendapatan mereka adalah Rp 5 juta perbulan (lebih tinggi dari UMR) atau Rp500 ribu per meter," paparnya.
Adapun pembelian alutsista yang dilakukan merupakan strategi yang tepat dan sesuai konstitusi.
Pembelian alutsista merupakan bentuk nyata Kemhan dalam melaksanakan fungsi untuk pembangunan kekuatan TNI.
"Bahkan fungsi ini merupakan amanah UUD NRI 1945 yang menyatakan tujuan nasional pertama adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta tujuan nasional keempat ikut melaksanakan ketertiban dunia."
"Pembelian pesawat tempur dari berbagai negara merupakan langkah tepat untuk mengimplementasikan balancing of power pada tataran regional dan global. Selain itu, pembelian alutsista termasuk pesawat tempur dari negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB dinilai memiliki dampak penangkalan yang tinggi," katanya.
Pasalnya, menurut dia, tidak semua negara bisa membeli meskipun anggarannya memadai.
Urgensi pembelian pesawat tempur sangat dipengaruhi dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat ini.
"Pembelian alutsista tidak bisa disamakan dengan pembelian barang-barang umum. Butuh proses dan waktu yang lama. Ditambah tingkat kepercayaan yang tinggi dari negara penjual kepada negara pembeli," pungkasnya.