Anggota DPR Nilai Tembakau Tak Bisa Disetarakan dengan Narkotika di RUU Kesehatan
Nur mengatakan nasib industri turunan yang melibatkan jutaan tenaga kerja harus dipertimbangkan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Nur Nadlifah, mengatakan pihaknya akan menunggu masukan dari para pekerja dan petani tembakau terkait RUU Kesehatan.
Hal ini menyikapi munculnya pasal dalam RUU Kesehatan yang menyetarakan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika.
"Memang ada kebanyakan fraksi yang keberatan,” ujar Nur dalam keterangannya, Senin (19/6/2023).
Menurutnya, DPR harus memikirkan banyak hal terkait dengan pembahasan RUU Kesehatan ini, terlebih ada penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika.
"Kalau produk tembakau disamakan dengan narkotika dan psikotropika, menurut saya ini tidak adil. Nanti petani sama saja menanam ganja. Logikanya kan seperti itu. Itu tidak adil," kata Nur.
Nur mengatakan nasib industri turunan yang melibatkan jutaan tenaga kerja harus dipertimbangkan.
Dirinya menilai Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin hatus menjelaskan alasan masuknya pasal ini.
"Teman-teman yang kerja di industri rokok nanti bisa saja disamakan dengan membuat ganja. Menteri Kesehatan (Menkes) harus menjelaskan alasannya, kadarnya seperti apa, dan kenapa tembakau dikelompokkan ke dalam keluarga zat adiktif narkotika," ujarnya.
Baca juga: Lewat Panja RUU Kesehatan, Asosiasi Tembakau Minta DPR Tinjau Ulang RUU Kesehatan
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, menilai tembakau tidak disamakan dengan narkotika dan alkohol.
”Ini kan rokok disamakan dengan narkotika (dalam Pasal 154 RUU Kesehatan). Ini sebenarnya sudah dibahas, walaupun belum diputuskan. Muncul usulan agar narkotika dipisahkan dari rokok atau tembakau. Narkotika kan dilarang. Kalau rokok tentu harus dibedakan,” ucap Saleh.
Saleh menegaskan bahwa tembakau dan rokok sebagai produk turunannya bukan barang terlarang.
Sebaliknya narkotika dan psikotropika adalah produk terlarang.
"Tentu kita tidak bisa serta merta memutus industri rokok. Tidak mungkin. Bahkan di negara maju tidak dilarang. Yang ada hanya pembatasan, yaitu pembatasan peredaran dan tempat merokok. Jadi rokok tidak dilarang dan diperbolehkan diperdagangkan," kata Saleh.
Industri tembakau, kata Saleh, menyumbang pendapatan negara dan nilainya signifikan, terutama melalui pajak dan cukai rokok.
"Besaran cukai rokok yang masuk ke negara sebesar Rp 218 triliun setahun," ujar Saleh.
Rencana pemisahan regulasi tembakau dengan zat adiktif lainnya ini disampaikan setelah menampung aspirasi dari berbagai pihak, termasuk petani tembakau, pelaku usaha, dan pemerintah.