Kisah Tukang Bubur Cirebon Tertipu Mantan Kapolsek, Ingin Anak Jadi Bintara Polisi, Rp 310 Juta Raib
Kasus penipuan ini berawal saat AKP SW menjanjikan anak pertama Wahidin menjadi anggota Polri berpangkat Bintara di penerimaan anggota polisi.
Penulis: Choirul Arifin
Oleh AKP SW, Wahidin diminta menyetorkan uang kepada NY di ruang kerjanya di Mapolsek Mundu. Saat itu, Wahidin menerima bukti kuitansi pembayaran.
Beberapa jam kemudian, AKP SW kembali menelepon Wahidin dan meminta setoran Rp 100 juta. Kala itu AKP SW terus meyakinkan Wahidin dan mengaku akan kena marah Mabes Polri jia Wahidin tak membayar Rp 100 juta.
Wahidin mengaku kaget dan merasa tertekan. Ia pun langsung mencari pinjaman uang dengan menggadaikan sertifikat rumahnya.
Ia melakukan itu karena sangat berharap putran sulungnya menjadi anggota polisi. Wahidin menyerahkan uang Rp 100 juta ke NY dan Ipda D, yang tak lain merupakan menantu AKP SW.
AKP SW kembali meminta uang kepada Wahidin. Rinciannya adalah Rp 20 juta untuk biaya bimbingan latihan, Rp 20 juta untuk biaya psikotest dan Rp 150 juta untuk panitia seleksi penerimaan anggota Polri tahun 2021/2022.
Diperkirakan, uang yang telah disetorkan ke AKP SW lebih dari Rp 310 juta karena banyak pengeluaran yang tak tercatat.
“Apa yang dilakukan Pak AKP SW, sangat sangat merugikan klien kami. Sebenernya kalau mau berhitung, kerugian tidak hanya Rp 310 juta saja. Selama masa pencarian ini, dua tahun, dia mengeluarkan uang cukup banyak,” tambahnya.
Wahidin Diteror
Pasca mengungkapkan kasus yang dialaminya, Wahidin mengaku menerima berbagai ancaman. Terkait hal tersebut, Wahidin berencana mengadukan masalah yang dia hadapi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Rencana ini disampaikan Eka Suryaatmaja, kuasa hukum Wahidin, saat ditemui Kompas.com di Mapolres Cirebon Kota pada Minggu (18/6/2023) petang.
"Langkah supaya tidak ada fakta-fakta yang dikaburkan, saya akan berkoordinasi dengan LPSK, karena korban sudah ada ancaman, dibuat tidak nyaman akibat dari melaporkan kasus ini," kata Eka saat ditemui Kompas.com.
Eka menerangkan, bahwa sejak berjuang mencari keadilan untuk dirinya dan masa depan anaknya, Wahidin kerap mendapatkan telpon dari nomor-nomor tak dikenal.
Orang dalam telpon itu meminta agar Wahidin mencabut perkara dan tidak melanjutkannya. "Bentuknya telepon, telepon tidak dikenal, ada teror-teror , telpon untuk tidak melanjuti pengungkapan kasus ini," tambah Eka.
Akibat musibah yang dialaminya ini, Wahidin merasa terus berada di dalam tekanan, termasuk keluarganya. Sementara itu, anaknya yang dijanjikan masuk Polri, dan gagal akibat tertipu, juga masih merasa depresi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.