Jaksa Dakwa Johnny G Plate Buat Keputusan Soal BTS 4G Tanpa Kajian dan Uji Kelayakan
Plate dalam menyetujui perubahan dari 5.052 site desa untuk program BTS 4G tahun 2020-2024 jadi 7.904 site tanpa melalui studi kelayakan dan kajian.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang dugaan korupsi pengadaan pembangunan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tahun 2020-2022, Selasa (27/6/2023).
Sidang beragendakan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk tiga terdakwa, Menkominfo nonaktif Johnny Gerard Plate, mantan Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.
Jaksa menyampaikan bahwa Plate dalam menyetujui perubahan dari 5.052 site desa untuk program BTS 4G tahun 2020-2024 menjadi 7.904 site desa tahun 2021-2022 tanpa melalui studi kelayakan kebutuhan, serta tanpa adanya kajian pada dokumen Rencana Bisnis Strategis (RBS) Kemkominfo maupun BAKTI dan Rencana Bisnis Anggaran (RBA).
"Terdakwa Johnny Gerard Plate dalam menyetujui perubahan dari 5.052 site desa untuk program BTS 4G Tahun 2020-2024 menjadi 7.904 site desa untuk Tahun 2021-2022 tanpa melalui studi kelayakan kebutuhan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan tanpa ada kajiannya," kata jaksa di persidangan.
Plate juga meminta uang kepada Anang Achmad Latif sebesar Rp500 juta per bulan dari Maret 2021 - Oktober 2022.
Padahal uang yang diserahkan kepada Plate berasal dari perusahaan konsorsium penyedia jasa pekerjaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5.
Jaksa menyebut Plate mengetahui progres pekerjaan penyediaan BTS 4G bahwa pekerjaan tersebut alami keterlambatan atau deviasi minus rerata 40 persen, dan dikategorikan sebagai kontrak kritis.
Namun terdakwa tetap menyetujui usulan atau langkah yang dilakukan Anang Achmad Latif untuk menggunakan instrumen Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.05/2021 yakni membayarkan pekerjaan 100 persen dengan jaminan Bank Garansi dan memberi perpanjangan pekerjaan hingga 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan kemampuan penyedia untuk menuntaskan pekerjaannya.
"Padahal tidak memperhitungkan kemampuan penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan," ungkap jaksa.
Kemudian pada 18 Maret 2022 dalam rapat di Hotel The Apurva Kempinski Bali Nusa Dua, dilaporkan bahwa pekerjaan belum selesai pada Maret 2022.
Namun terdakwa meminta Anang selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk tidak memutus kontrak, dan justru meminta perusahaan konsorsium melanjutkan pekerjaan.
Padahal waktu pemberian kesempatan berakhir tanggal 31 Maret 2022.
"Terdakwa Johnny Gerard Plate meminta Anang Achmad Latif Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk tidak memutuskan kontrak, akan tetapi justru meminta perusahaan konsorsium untuk melanjutkan pekerjaan, padahal waktu pemberian kesempatan berakhir tanggal 31 Maret 2022," katanya.
Dalam perkara ini, jaksa menjerat perbuatan Johnny G Plate dengan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Anang Achmad Latif juga dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.