KPK Duga Ada Pengondisian Tender Paket Umrah di Kabupaten Kepulauan Meranti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada cawe-cawe tender untuk paket umrah di Pemkab Kepulauan Meranti.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada cawe-cawe tender untuk paket umrah di Pemkab Kepulauan Meranti.
Di mana tender paket umrah dimenangkan oleh PT Tanur Muthmainnah Tours dan PT Hamsa Mandiri International Tours.
Dugaan itu kemudian didalami lewat pemeriksaan saksi seorang PNS guru bernama Heny Fitriani, Senin (10/7/2023).
Heny disebut juga menjadi direksi di PT Tanur Muthmainnah Tours dan PT Hamsa Mandiri International Tours.
Adapun Heny diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap fee jasa travel umrah, dan pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti, Provinsi Riau dengan tersangka Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA) dkk.
Status Heny dalam kasus tersebut juga sudah dalam tahap cegah bepergian ke luar negeri.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan keikutsertaan saksi menjadi direksi pada PT Tanur Muthmainnah Tours dan PT Hamsa Mandiri International Tours di mana diduga ada pengondisian saat dilaksanakannya tender untuk paket umrah di Pemkab Kepulauan Meranti," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (11/7/2023).
Selain Heny, tim penyidik turut memeriksa saksi Maria Giptia, Komisaris Utama Biro Jasa Umrah PT Tanur Muthmainnah Tour.
Maria juga telah dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran uang dalam bentuk pembagian fee dari kerja sama pelaksanaan paket umrah di Pemkab Kepulauan Meranti," kata Ali.
Tak hanya soal pengondisian tender paket umrah, KPK ikut mendalami aliran uang ke M Adil, di mana duit itu termasuk untuk mengondisikan hasil temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau.
Hal itu didalami dari saksi Mardianyah, PNS/eks Kadis PUPR Meranti; Adi Putra, Bendahara dari Kadis PUPR Pemkab Meranti; Fajar Triasmoko, eks Kadis PU; dan Ismiatun, PNS.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya terkait aliran uang untuk tersangka MA termasuk untuk pengondisian hasil temuan audit dari BPK Perwakilan Riau," ujar Ali.
Sementara terdapat satu saksi yang tak memenuhi panggilan penyidik KPK, yakni Indria Syznia, Kepala BPK Perwakilan Provinsi Riau.
"Saksi tidak hadir dan penjadwalan pemanggilan kembali," kata Ali.
Sebagaimana diketahui, Bupati Kepulauan Meranti M Adil terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Kamis (6/4/2023) malam.
Setelah menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Adil ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
KPK juga menetapkan Kepala BPKAD Meranti Fitria Ningsih dan M. Fahmi Aressa selaku auditor BPK Perwakilan Riau sebagai tersangka.
Baca juga: Warga Desa Miliarder di Tuban Diserbu Sales Marketing, Ditawari Paket Umrah hingga Investasi
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Adil menerima uang sekira Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
Adil diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen.
Pemotongan anggaran itu kemudian disetorkan kepada Fitria, orang kepercayaan Adil.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah.
PT Tanur Muthmainnah yang bergerak di bidang jasa travel umrah tersebut terlibat dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Perusahaan itu mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umrah, maka akan mendapatkan jatah gratis umrah untuk satu orang.
Namun, pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.
Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional Adil juga digunakan untuk menyuap Fahmi demi memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Dalam perkembangannya, KPK telah mencegah sejumlah pihak bepergian ke luar negeri dalam kasus ini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sejumlah pihak itu antara lain, Muhammad Reza Fahlevi, Maria Giptia, Deny Surya Abdurrahman, dan Heny Fitriani.
Reza merupakan CEO PT Tanur Muthmainnah Tour. Deny adalah CEO PT Hamsa Mandiri International Tours.
Sementara, Maria ialah istri dari Reza. Dan, Heny seorang PNS.
Kemudian, KPK juga mencegah delapan pegawai BPK Perwakilan Riau dan dua orang lagi berasal dari unsur swasta.
Berdasarkan penghimpunan informasi, delapan pegawai BPK Perwakilan Riau yang dicegah bepergian ke luar negeri antara lain, Ruslan Ependi, Odipong Sep, Dian Anugrah, Naldo Jauhari Pratama, Aidel Bisri, Feri Irfan, Brahmantyo Dwi Wahyuono, dan Salomo Franky Pangondian.
Sementara dua pihak swasta yaitu, Findi Handoko dan Ayu Diah Ramadani.