Advokat Amstrong Sembiring Ogah Menangani Kasus Korupsi, Ini Alasannya
Pengacara JJ Amstrong Sembiring berkomitmen tidak menangani kasus korupsi dan narkoba.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Whiesa Daniswara
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara JJ Amstrong Sembiring berkomitmen tidak menangani kasus korupsi dan narkoba.
Hal tersebut sebagai bentuk integritasnya sebagai praktisi hukum.
Penganut Ortodoks ini mengatakan memberantas koruptor menjadi tantangan dirinya.
Dia mengutip ucapan mantan Perdana Menteri China, Zhu Rongji.
"Siapkan 100 peti mati untuk para koruptor, dan gunakan 99 peti itu, sisakan satu peti untuk saya bila saya korupsi," kata Amstrong dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Baca juga: Daftar 5 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas: Ada Komisaris Utama, Dirut hingga Kabasarnas
Oleh karena itu, Amstrong sempat mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) pada 2019.
Kala itu, dia meyampaikan gagasan perbaikan sistem bisa dilakukan salah satu modernisasi pelayanan agar lebih baik ke depannya.
KPK perlu bertindak menyeret para koruptor ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selain itu, perlu edukasi dan kampanye secara kontinyu bertemakan antikorupsi.
"KPK itu, kan, dibentuk dengan tujuan meningkatkan hasil guna dan daya guna dalam pemberantasan korupsi di Indonesia secara profesional, intens, dan berkesinambungan," ujar pria kelahiran Jakarta, 26 Juli ini.
Amstrong lantas berkisah tentang perjalanan kariernya sebagai praktisi hukum yang sudah puluhan tahun.
Baca juga: Harta Kekayaan Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Kini Ditetapkan jadi Tersangka Kasus Korupsi
Bermula menjadi kuasa hukum 150 pedagang kaki lima (PKL) di Bandung, pada 2001. Kala itu, dia menggugat Wali Kota Bandung H AA Tarnama sebesar Rp 5.
Kemudian, menjadi kuasa hukum Forum Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta pada 2002, mantan Komandan Satgas Intel Badan Intelijen Strategis (BAIS) Mulyo Wibisono, dan Ratna Sarumpaet cs.
Dia juga mengajukan gugatan class action untuk rakyat Aceh, bersama Habiburokhman cs pada 2003.
Di tahun yang sama, dia mengajukan gugatan privatisasi air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Gugatan terhadap mitra asing PDAM Jaya, yaitu Thames Pam Jaya (TPJ) dan Pam Lyonnaise Jaya (Palyja) dimenangi saya," kata Amstrong.
Baca juga: Ukraina Ditikam Korupsi dan Pembelotan Saat Perang Lawan Rusia, Zelenskiy Lontarkan Ultimatum
Menurutnya, gugatan tersebut membuahkan hasil terhadap kebijakan tarif air yang sangat tinggi bagi masyarakat di era Gubernur Sutiyoso.
"Kemenangan ini sebagai bentuk perlawanan hukum privatisasi air di kawasan Asia dan Eropa," sambung pria berdarah Karo ini.
Dia mengungkapkan kemenangan ini banyak dijadikan referensi bagi warga Belanda, Prancis, Jerman, dan Amerika. Banyak yang meminta data-data tersebut.
Amstrong mengutip berita kemenangan itu yang dipublikasikan secara global.
Poinnya, kasus komparta tersebut yang pertama memenangkan class action melawan pemerintah.
Berlanjut pada 2004, dia menjadi kuasa hukum Sri Bintang Pamungkas (Gerakan Rakyat Indonesia Baru) menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Judicial Review Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai kuasa hukum Pemohon UU Pilpres No 23/2003.
Dia juga menjadi kuasa hukum aktivis 98 Wahab Talaohu, almarhum John Irvan, dan mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli ikut terseret dalam pusaran demo penolakan kenaikan BBM pada 2008.
Pria kelahiran Jakarta 26 Juli ini pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) hingga semester enam, dan lulusan pascasarjana di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI)
"Saat ini saya sedang menangani kasus mafia tanah yang melibatkan Kantor Kementerian ATR/BPN, Kanwil BPN DKI, Kantor Pertanahan Jakarta Selatan, Notaris /PPAT, berikut pengacara-pengacara hitam, dan kasusnya sedang berjalan di PN Jakarta Selatan," ungkapnya.
Selain menjalani profesi pengacara, Amstrong juga dosen hukum selama 6 tahun yang telah melahirkan 11 buku.
Dikutip dari Wikipedia, salah satu bukunya berjudul “Dialektika Konsumen” dan puluhan jurnal hukum dengan karyanya yang kerap dijadikan tesis dan antitesis di bidang hukum.
"Dari kecil cita-cita saya itu ingin menjadi ahli Teknik Kimia meski kandas di tengah jalan. Menjadi pengacara panggilan hati," tandasnya.