Pimpinan: Puspom TNI Tak Tolak Kepala Basarnas Henri Alfiandi Jadi Tersangka KPK
Dalam gelar perkara perwakilan Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan dua prajurit TNI aktif itu ditetapkan sebagai tersangka.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Erik S
Sebab, sejak awal sudah ditemukan bukti kuat perbuatan dugaan rasuah yang dilakukan lima tersebut.
"Dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP dijelaskan pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dalam kegiatan tangkap tangan KPK sudah mendapatkan setidaknya 2 alat bukti yaitu keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronis berupa rekaman penyadapan/percakapan. Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Alex.
"Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka," tambah Alex.
Baca juga: Novel Baswedan Kritik Sikap Firli Bahuri Hadapi Kasus OTT Basarnas: Tidak Bertanggungjawab
Ironinya pernyataan Alex kali ini berbeda dengan saat jumpa pers beberapa waktu lalu.
Di mana saat itu, Alex menyebut KPK telah menetapkan anggota TNI aktif, Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Secara pribadi selaku pimpinan KPK, Alex mengaku tak menyalahkan penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut yang bertugas saat OTT Basarnas.
Kalaupun ada kekhilafan artinya hal itu berasal dari pimpinan.
"Saya tidak menyalahkan penyelidik, penyidik maupun Jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," kata Alex.
Hal tak jauh berbeda disampaikan Ketua KPK, Firli Bahuri.
Ditegaskan Firli, seluruh rangkaian kegiatan oleh KPK dalam kegiatan OTT, penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan para pelaku sebagai tersangka sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku.
"Di mana pengertian tertangkap tangan menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya. Setelah dilakukan tangkap tangan, maka terhadap peristiwa dugaan tindak pidana tersebut harus sudah dapat ditentukan dan ditetapkan sebagai peristiwa tindak pidana korupsi serta status hukum para pihak terkait dalam waktu 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam," kata Firli dalam keterangan terpisah.
Memahami para pihak itu di antaranya terdapat oknum TNI yang juga memiliki mekanisme peradilan militer, kata Firli, maka
KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal dalam proses gelar perkara pada kegiatan tangkap tangan di Basarnas ini.
Baca juga: Lini Masa OTT di Basarnas dan Jerat Kabasarnas jadi Tersangka, Berujung Mundurnya Dirdik KPK
"KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal, untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait," tandas Firli.
"Maka kemudian KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/Militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan Oknum Militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut," imbuhnya.