Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Masa Pembantaran Habis, Lukas Enembe Kembali Disidang Selasa Lusa

Pada sidang lanjutan nanti majelis hakim mengagendakan penyampaian pendapat dokter terkait kondisi kesehatan Lukas Enembe.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Masa Pembantaran Habis, Lukas Enembe Kembali Disidang Selasa Lusa
Kompas/Dhias Suwandi
Gubernur Nonaktif Papua Lukas Enembe. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Gubernur Nonaktif Papua Lukas Enembe akan kembali menjalani persidangan terkait perkara dugaan korupsi pada Selasa (1/8/2023) mendatang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Persidangan itu kembali digelar lantaran masa pembantaran Lukas Enembe habis pada Senin (31/7/2023).

Pada sidang lanjutan nanti majelis hakim mengagendakan penyampaian pendapat dokter terkait kondisi kesehatan Lukas Enembe.

"Selasa, 1 Agustus. 2023. 10:00:00 sampai dengan selesai. Mendengarkan opini dokter terkait dengan kesehatan terdakwa. Ruang Prof Dr H Muhammad Hatta Ali," dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Minggu (30/7/2023).

Agenda pembacaan second opinion dari dokter itu memang diperintahkan Majelis Hakim kepada tim jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang Senin (17/7/2023) lalu.

Pembacaan second opinion itu diperintahkan Majelis sebelum persidangan nantinya dilanjutkan ke pemeriksaan saksi-saksi fakta.

Berita Rekomendasi

Majelis menyarankan agar second opinion disampaikan oleh dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

"Kami meminta kepada JPU KPK untuk mengadakan second opinion dari IDI. Yang saya pernah tahu bahwa KPK punya MoU dengan IDI mengenai penanganan terdakwa yang sakit," ujar Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh dalam persidangan Senin (17/7/2023).

Baca juga: KPK Periksa Istri dan Anak Lukas Enembe untuk Tersangka Gerius One Yoman

Selain dari IDI, majelis hakim juga memperbolehkan adanya second opinion dari dokter lain yang ahli di bidang penyakit dalam.

Second opinion ini dibutuhkan agar Majelis Hakim dapat mengambil sikap terkait kondisi Lukas Enembe yang kerap sakit-sakitan.

"Silahkan saudara minta apakah dokter IDI, terserah apakah dokter ahli, yang jelas dokter ahli spesialis penyakit dalam tentunya dibutuhkan untuk kami bisa menilai dan mengambil sikap," kata Hakim Rianto Ada Pontoh.

Baca juga: Kuasa Hukum Lukas Enembe Sebut Perawatan Kliennya di Rutan KPK Tidak Maksimal

Untuk informasi, dalam perkara ini, Lukas Enembe telah didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar.

Uang tersebut diduga diterima sebagai hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dua periode, tahun 2013-2023.

Dalam dakwaan pertama, Lukas Enembe didakwa menerima suap Rp 45 miliar.

Uang puluhan miliaran tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur dan dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CW Walaibu.

Suap diterima Enembe bersama-sama Mikael Kambuaya selaku Kepala PU Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018-2021.

Tujuannya agar mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.

Kemudian dalam dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar.

Gratifikasi ini diduga berhubungan dengan jabatan Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode Tahun 2013-2018.

Uang itu diterima Enembe pada 12 April 2013 melalui transfer dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua. Uang diterima melalui Imelda Sun.

Oleh karena perbuatannya itu, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas