KPK Tetapkan Eks Ketua KPU Kepulauan Riau Den Yealta Tersangka Kasus Korupsi Kuota Rokok
KPK menduga Den Yealta telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 296,2 miliar.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan (BP Bintan) Wilayah Kota Tanjungpinang, Den Yealta, sebagai tersangka dugaan korupsi jumlah kuota rokok.
KPK menduga Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kepulauan Riau selama periode 2008-2013 itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 296,2 miliar.
"Diperoleh kecukupan alat bukti sehingga naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka DY (Den Yealta)," kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, saat jumpa pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Jumat (11/8/2023).
Konstruksi Perkara
Den Yealta berdasarkan Keputusan Dewan Kawasan Bintan tertanggal 23 Agustus 2013 resmi diangkat menjadi Kepala BP Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang.
Sekitar Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat resmi perihal evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang berisi antara lain teguran pada BP Bintan.
Teguran itu terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan BP Bintan termasuk BP Tanjungpinang di tahun 2015 melebihi dari yang seharusnya, di mana sesuai ketentuan besaran kuota rokok hanya sebesar 51,9 juta batang, sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359,4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693 persen.
Asep mengatakan, selama Den Yealta menjabat, realisasi jumlah kuota hasil tembakau (rokok) telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya dengan ditandatanganinya 75 SK kuota.
"Dengan kebijakan DY tersebut, telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok," kata Asep.
Untuk pemenuhan kuota rokok di wilayah Kota Tanjungpinang, kata Asep, Den Yealta sama sekali tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar, akan tetapi secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi di antaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang.
Selain itu, Den Yealta juga tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran.
Atas tindakannya tersebut, Den Yealta menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp4,4 miliar dan tim penyidik masih akan terus mendalami penerimaan uang-uang lainnya.
"Akibat perbuatan tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp296,2 miliar," ungkap Asep.
Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan Den Yealta selama 20 hari pertama, terhitung 11 Agustus 2023 hingga 30 Agustus 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.
Den Yealta dimaksud disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.