Ini Kata Politisi PAN Tentang Wacana Presiden RI Kembali Dipilih MPR
Namun, Fikri memberikan catatan agar tidak ada kepentingan terselubung di balik wacana amandemen UUD 1945.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Amanat Nasional (PAN) setuju dengan wacana amandemen UUD 1945 agar presiden bisa dilantik dan dipilih MPR RI.
"Ya (kita setuju)," kata Wasekjen PAN, Fikri Yasin saat dikonfirmasi, Jumat (18/8/2023).
Namun, Fikri memberikan catatan agar tidak ada kepentingan terselubung di balik wacana amandemen UUD 1945.
"Sepanjang niatan dan materi seperti yang tertera kita sih oke saja. Tapi kalau ada agenda terselubung itu yang kita keberatan," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, idealnya MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang sudah dilakukan sebanyak 4 kali.
Hal itu disampaikan Bamsoet dalam pidatonya dalam Sidang Tahunan MPR 2023.
Dalam kesempatan ini, Bamsoet juga menyinggung pidato Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, yang pernah menyebut demikian.
"Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Terkait hal ini, Bamsoet menyinggung soal pelaksanaan pemilu lima tahun sekali yang merupakan perintah langsung Pasal 22E UUD 1945.
Dalam aturan itu secara tegas mengatur bahwa pemilu dilaksanakan mutlak lima tahun sekali.
Namun, ia menilai bisa saja timbul persoalan jika menjelang pemilu terjadi sesuatu yang di luar dugaan.
Termasuk jika terjadi bencana alam berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan pemilu tidak dapat diselenggarakan sesuai konstitusi.
"Dalam keadaan demikian, timbul pertanyaan, siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut? Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum?" ujar Bamsoet.