VIDEO Komisi V DPR Kritik Rencana Subsidi Tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Berpotensi Langgar UU
Sigit menegaskan rencana pemberian subsidi tarif tersebut berpotensi melanggar UU No. 23 tahun 2007 tentang Perekeretaapian.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Srihandriatmo Malau
Selisih dari tarif tersebut kemudian menjadi tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan yang diberikan dalam bentuk PSO atau subsidi.
Selain berpotensi melanggar UU, pemberian subsidi pada kereta cepat juga dinilai akan membebani anggaran.
Di sisi lain, dengan anggaran subsidi yang terbatas, pemberian PSO pada kereta cepat berpotensi mengganggu subsidi lainnya yang lebih dibutuhkan masyakat.
“Esensi pemberian PSO adalah untuk membantu masyarakat tidak mampu agar mendapat tarif yang terjangkau untuk kelas ekonomi."
"Tapi, kalau PSO diberikan untuk tarif kereta cepat yang notabene bukan kereta ekonomi yang terlihat justru membantu operator agar keretanya tidak kosong."
"Sudahlah pembangunannya yang tadinya murni bisnis menjadi tanggungan APBN, ditambah lagi tarifnya minta disubsidi, apa tidak double menjadi beban APBN kereta cepat ini,” kata Sigit.
Oleh karenanya Sigit berharap pemberian PSO benar-benar mengacu pada aturan bukan kepentingan tertentu.
Sigit juga menyarankan PSO kereta api lebih baik diberikan untuk kereta jarak jauh yang sebelumnya sudah sudah dihapus lebih dulu oleh pemerintah seperti KA Logawa, KA Brantas, KA Pasundan, KA Gaya Baru Malam Selatan, dan KA Matarmaja.(Tribunnews/Taufik Ismail)