2 Menteri Yakinkan Eks Mahid, Pemulihan Korban Pelanggaran HAM di Luar Negeri Tetap Jalan
Mahfud juga menyampaikan kepada mereka saat ini sudah ada mekanisme hukum di Indonesia yang mengatur tentang pengadilan HAM.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah meyakinkan program pemulihan korban pelanggaran HAM berat masa lalu peristiwa 1965-1966 di luar negeri tetap berjalan meski rezim berganti mengingat Pilpres 2024 sudah tinggal menghitung bulan.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD meyakinkan sejumlah korban pelanggaran HAM berat masa lalu peristiwa 1965-1966 yang merupakan mantan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) program pemulihan yang dilakukan pemerintah akan terus berjalan.
Hal tersebut disampaikan Mahfud menjawab pertanyaan sejumlah korban pelanggaran HAM berat masa lalu peristiwa 1965-1966 saat berdialog di Praha Ceko pada Senin (28/8/2023).
"Apakah kebijakan ini terus? Terus Pak. Pasti terus. Kenapa? Karena ini kan kebijakan berlaku bagi Bapak-Bapak dan diberikan sekarang. Dan tidak akan terputus. Artinya sudah dengan sendirinya hak ini diberikan," kata Mahfud.
Mahfud juga menyampaikan kepada mereka saat ini sudah ada mekanisme hukum di Indonesia yang mengatur tentang pengadilan HAM.
Dengan demikian, kata dia, peristiwa yang telah mereka alami tidak boleh terjadi lagi di kemudian hari.
"Sudah ada undang-undangnya. Siapa saja yang melakukan pelanggaran HAM berat, kita sudah menyediakan pengadilan baru di Indonesia namanya pengadilan HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000. Tidak boleh terjadi lagi hal seperti ini.
Senada dengan Mahfud, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly juga meyakinkan kebijakan tersebut akan tetap dijalankan oleh pemerintahan berikutnya.
Menurut dia, pemerintah tidak akan dirugikan dengan kebijakan tersebut.
"Ini memang kebijakan pemerintah. Dan percayalah Pak, Pemerintahan berikutnya juga pasti mengikuti kebijakan ini," kata Yasonna.
"Tidak ada ruginya pemerintah soal itu. Hanya memberikan visa dan beberapa kebijakan yang hanya buat katakanlah 250 atau 300 paling banyak anak bangsa Indonesia," sambung dia.