Nadiem Terbitkan Aturan Baru soal Hitungan SKS dan IPK, Ini Penjelasannya
Nadiem menerbitkan aturan baru soal hitungan SKS dan IPK lantaran aturan lama dianggap tidak relevan. Begini aturannya.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Salah satu aturan yang tertuan dalam Permendikbudristek tersebut yakni terkait ketentuan hitungan satuan kredit semester (SKS) dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
Awalnya, Nadiem menganggap hitungan SKS dan IPK dalam aturan yang lama sudah tidak relevan lagi.
Sekedar informasi, pada aturan sebelumnya, beban belajar bagi mahasiswa per satu SKS sama dengan 50 jam pembelajaran per minggu.
Selain itu, adapula penugasan terstruktur 60 menit per minggu, serta kegiatan mandiri selama 60 menit per minggu.
Sedangkan di aturan baru, satu SKS sama dengan 45 jam tatap muka per semester.
Baca juga: Nadiem Sebut Mahasiswa Tak Wajib Buat Skripsi Lagi, Ini Aturan Baru agar Lulus
Sementara terkait hal lain seperti pembagian waktu kuliah, responsi, tutorial seminar, penelitian hingga pertukaran pelajar ditentukan masing-masing perguruan tinggi.
"(Aturan) SKS ini sudah nggak relevan lagi. Kita harus secara prescriptive mengatur komposisi harus berapa di ruang kelas, berapa jam waktu PR, dan lain-lain, kegiatan mandiri berapa, itu enggak relevan lagi," kata Nadiem dalam pemaparannya di acara bertajuk Merdeka Belajar Epiosde 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023) yang ditayangkan di YouTube Kemendikbud RI.
Nadiem juga menjelaskan bahwa aturan baru ini membuat pemenuhan SKS tidak sebatas pada kegiatan belajar di kelas.
Hal tersebut karena perguruan tinggi saat ini bisa menentukan distribusi SKS paling proporsional dengan disesuaikan terhadap karakteristik tiap mata kuliah.
"Setiap mata kuliah, setiap prodi akan punya standarnya sendiri. Kalau mayoritas atau 70 persen dari waktunya adalah project-based, kami tidak bisa melakukannya kalau standarnya sangat kaku dan prescriptive."
"Sehingga sekarang kami mendefinisikan satu SKS itu sebagai 45 jam per semester. Pembagian waktu itu ditentukan masing-masing perguruan tinggi, terserah," jelasnya.
Selain itu, Nadiem turut memaparkan terkait penilaian mata kuliah yang ditempuh mahasiswa tidak hanya berbentuk indeks prestasi (IP).
Namun, penilaian dapat dilabeli dengan lulus atau tidak lulus (pass/fail).
Mantan bos Gojek itu menjelaskan penilaian tersebut berlaku hanya bagi mata kuliah yang berbentuk kegiatan di luar kelas seperti Kampus Merdeka atau uji kompetensi.
"Ini memberikan fleksibilitas yang sangat besar bagi kepala prodi untuk melakukan berbagai macam aktivitas yang sangat sulit."
"Misalnya MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka), mereka bermitra dengan satu industri untuk satu semester dengan pelatihan tertentu," paparnya.
Nadiem mengatakan, mata kuliah dengan penilaian pass/fail tidak masuk dalam perhitungan IP dan IPK.
Sehingga, Kampus Merdeka tetap masuk hitungan SKS tetapi tidak masuk dalam hitungan IPK.
Hal ini, sambung Nadiem, berkaca dari sektor industri yang menurutnya kini tidak memedulikan nilai.
"Sangat merepotkan perguruan tingginya dan merepotkan industrinya untuk harus menentukan grade scale yang harus dilakukan oleh industrinya."
"Industrinya nggak peduli tuh grade scale, industrinya cuma mau ini anak pas atau tidak, udah cukup menguasai kompetensi itu atau tidak. Itu contoh-contoh yang memberikan fleksibilitas untuk kemitraan."
"Nggak merepotkan dosen, nggak merepotkan industri," beber Nadiem.
Baca juga: Nadiem Makarim: Permendikbudristek PPKSP Tak Hanya Lindungi Siswa tapi juga Guru
Pada kesempatan tersebut, dalam slide yang diperlihatkan, Nadiem juga memaparkan terkait peraturan baru soal hitungan SKS dan IPK terbaru. Berikut poin-poinnya.
Aturan Baru Hitungan SKS dan IPK berdasarkan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023
- Beban belajar satu SKS setara dengan 45 jam per semester.
- Pemenuhan beban belajar dilakukan dalam bentuk kuliah, responsi, tutorial, seminar, praktikum, praktik, studio, penelitian, perancangan, pengembangan, tugas akhir, pelatihan bela negara, pertukaran pelajar, magang, wirausaha, pengabdian kepada masyarakat, dan atau bentuk pembelajaran lain.
- Beban belajar:
- D1: minimal 36 SKS dalam masa tempuh kurikulum sebanyak dua semester.
- D2: minimal 72 SKS dalam empat semester.
- D3: minimal 108 SKS dalam enam semester.
- S1 atau D4: minimal 144 SKS dalam delapan semester.
- Magister atau Magister Terapan: 54-72 SKS dalam 3-4 semester.
- Beban belajar semester satu dan dua maksimal 20 SKS, semester tiga ke atas maksimal 24 SKS dan sisanya dapat dilakukan di semester antara dengan maksimal sembilan SKS.
- Mahasiswa S1 kecuali mahasiswa prodi kedokteran, kebidanan, dan keperawatan bisa memenuhi sebagian belajar di luar prodi, pilihannya yakni:
- Satu semester atau setara 20 SKS di prodi yang berbeda di perguruan tinggi yang sama.
- Maksimal dua semester atau setara 40 SKS di luar perguruan tinggi.
- Mahasiswa sarjana terapan (D4) wajib menjalani kegiatan magang di dunia usaha, dunia industri (DUDI) yang relevan, minimal 1 semester atau setara 20 SKS.
- Mahasiswa D4 dapat ikut kegiatan di luar magang DUDI, maksimal 2 semester atau setara 40 SKS.
- Mahasiswa D1, D2, dan D3 wajib menjalani kegiatan magang DUDI, dengan durasi:
- D1: ditetapkan masing-masing perguruan tinggi
- D2 dan D3: minimal 1 semester atau setara 20 SKS
- Penilaian hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah dinyatakan dalam indeks prestasi (IP) atau keterangan lulus atau tidak lulus (pass/fail).
- IP semester dan IP kumulatif (IPK) hanya dihitung dari rata-rata mata kuliah yang menggunakan penilaian IP.
- Mata kuliah yang bisa menggunakan penilaian pass/fail, bukan IP, yaitu yang berbentuk kegiatan di luar kelas maupun yang menggunakan penilaian sumatif berupa uji kompetensi.
- Mahasiswa diploma, sarjana, maupun sarjana terapan dinyatakan lulus jika sudah menempuh semua beban belajar dan meraih capaian pembelajaran lulusan berdasarkan target prodi, dengan IPK lebih besar atau sama dengan 2,00.
- Mahasiswa magister, magister terapan, profesi, spesialis, subspesialis, doktor, dan doktor terapan baru dinyatakan lulus jika sudah menempuh semua beban belajar dan meraih capaian pembelajaran lulusan berdasarkan target prodi, dengan IPK lebih besar atau sama dengan 3,00.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)