Terapkan Prinsip Kesetaraan, KPU Tak Akan Bedakan Surat Suara Caleg Eks Terpidana
(KPU) tidak akan memberi tanda khusus yang membedakan surat suara bagi calon anggota legislatif (caleg) yang merupakan eks terpidana.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan memberi tanda khusus yang membedakan surat suara bagi calon anggota legislatif (caleg) yang merupakan eks terpidana.
Anggota KPU RI, Mochammad Afifuddin menjelaskan, hal ini untuk menerapkan prinsip kesetaraan terhadap seluruh peserta pemilu.
"Secara prinsip kita harus memberikan equality, kesamaan kepada peserta," kata pria yang akrab disapa Afif kepada awak media di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023).
"Terutama dari sisi aturan-aturan terkait eks terpidana setelah lima tahun bebas murni itu yang kita pedomani selama ini," sambungnya.
Namun begitu, hingga saat ini KPU sendiri masih belum mengatur secara keseluruhan terkait pembuatan surat suara untuk Pemilu 2024 mendatang.
"Untuk aturan pembuatan surat suara belum kita bahas sampai ke sana," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, beberapa eks terpidana masih tercatat turut serta menjadi bakal calon anggota legislatif Pemilu 2024.
KPU RI telah merilis total 52 mantan terpidana yang menjadi bacaleg DPR RI dan 16 bacaleg DPD RI.
Sedangkan Indonesian Corruption Watch (ICW) juga mengungkap hal serupa. Total ada 15 eks napi korupsi yang ingin menjadi anggota dewan berdasarkan data ICW.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyebutkan, selaku pemegang otoritas kepemiluan, KPU menurutnya gagal memberikan perlindungan terhadap masyarakat sebab masih adanya eks terpidana yang mencalonkan diri.
"Dalam konteks demokrasi yang berkualitas kita juga mesti punya suatu cara pandang, bahwa masyarakat luas perlu dilindungi ketika melaksanakan hak pilihnya," kata Bivitri dalam konferensi pers yang diadakan oleh Indonesia Corruption Watch secara daring, Rabu (30/8/2023).
Baca juga: ICW Temukan 24 Mantan Terpidana Jadi Bacaleg DPRD, Golkar dan Gerindra Terbanyak
"Dan sebenarnya itu yang gagal dilakukan di otoritas kepemiluan, ternyata KPU belum bisa memberikan perlindungan itu ke masyarakat," lanjutnya.
Dengan banyaknya eks koruptor menjadi caleg, Bivitri khawatir kualitas demokrasi nantinya akan dipengaruhi oleh kuantitas dari orang-orang yang rekam jejaknya buruk.