Saksi Ungkap Alasan Sebut Nama Luhut Dalam Riset Kajian: Karena Ada Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan
Peneliti dari Trend Asia, Ahmad Ashov mengungkap alasan pihaknya mengaitkan Luhut Binsar Panjaitan dan pejabat lainnya dalam kajian cepat
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti dari Trend Asia, Ahmad Ashov mengungkap alasan pihaknya mengaitkan Luhut Binsar Panjaitan dan pejabat lainnya dalam kajian cepat yang dihasilkan oleh 19 peneliti dari 9 lembaga masyarakat sipil.
Ashov menjelaskan bahwa pengaitan nama Luhut dan sejumlah pejabat dalam kajian itu dianggap penting karena yang bersangkutan merupakan pejabat negara yang diduga punya keterlibatan persoalan di Papua.
"Penting karena menyangkut kebijakan publik dalam konteks pengerahan pasukan militer di Intan Jaya, Papua. Pada saat yang sama di sana ada banyak industri ekstraktif termasuk pertambangan," kata Ashov di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (4/9/2023).
Dalam industri itu kata Ashov banyak melibatkan pejabat publik salah satunya Luhut sehingga terdapat kekhawatiran pihaknya ada kebijakan yang mengistimewakan perusahaan-perusahaan tersebut.
"Oleh karena itu kenapa kita sebutkan nama-nama yang tadi konsep Politicaly Ekspose Person termasuk pejabat atau yang pernah menjabat di militer. Karena ada potensi penyalahgunaan kekuasaan disitu," jelasnya.
Menyoal nama Luhut, Ashov menuturkan bahwa pada saat tim peneliti melakukan penelitian, Luhut selain menjabat sebagai Menko Marves juga mengemban tugas sebagai Plt Menteri ESDM.
Dimana pada konteks perizinan pertambangan hal itu merupakan wewenang Dirjen Minerba yang merupakan bagian dari Kementerian ESDM.
"Beliau pernah menjabat sebagai Plt Kementerian ESDM yang bertumpuk linimasanya dengan kerjasama antara PT Toba Sejahtera dengan Tobacom Del Mandiri dalam konteks kepengurusan Clear and Clean adalah kewenangan Dirjen Minerba," ujarnya.
"Kemenko Marves mengkoordinasikan Kementerian ESDM, KLHK dalam konteks kepengurusan perhutanan. Ada potensi betul ya gitu penyalahgunaan kewenangan disitu, poinnya adalah tidak boleh begitu bagusnya penguasa tidak jadi pengusaha," sambungnya.
Oleh sebab itu dirinya pun menegaskan, bahwasanya nama Luhut yang disebutkan dalam riset kajian cepat semata-mata hanya ingin meneliti yang bersangkutan sebagai pejabat publik bukan sosok pribadi.
"(Lakukan penelitian ke Luhut) Sebagai pejabat publik," jelasnya.
Ungkap Latarbelakang Pembuatan Kajian Cepat
Ahmad Ashov peneliti dari Trend Asia mengungkap latarbelakang pihaknya membuat penelitian kajian cepat berjudul Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'.
Adapun diungkapkan Ashof saat dirinya dihadirkan oleh tim kuasa hukum Haris Azhar dan Fatia Maulidyanty sebagai saksi meringankan dalam sidang kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (4/9/2023).
Terkait hal ini Ashof menjelaskan bahwa hal yang melatarbelakangi pihaknya membuat penelitan tersebut salah satunya yakni terdapat rencana penambahan pasukan militer di Papua.
"Latarbelakangnya adalah bahwa ada rencana penambahan pasukan operasi militer di Papua yang kami khawatirkan akan meningaktkan eskalasi konflik terhadap warga sipil," kata Ashof di ruang sidang.
Baca juga: Jadi Saksi Meringankan Haris dan Fatia, Peneliti Ungkap Alasan Buat Riset soal Konflik di Intan Jaya
Selain itu hal lain yang menjadi alasan para peneliti itu yakni dikatakan Ashof, terdapat surat dari pemerintahan Kabupaten Intan Jaya bahwa terdapat setidaknya 1.237 pengungsi yang mengungsi akibat adanya rencana pengerahan militer tersebut.
"Karena khawatir jadi target salah sasaran dari konflik, 331 diantaranya perempuan dan anak-anak," ujarnya.
Lebih lanjut Ashof menerangkan bahwa dalam laporan yang pihaknya terima, dalam kurun dua tahun terakhir terdapat 34 korban meninggal akibat konflik yang terjadi di Intan Jaya.
Yang dimana korban-korban yang berjatuhan tersebut mulai dari warga sipil hingga aparat TNI-Polri serta para tentara TPNPB.
"Kemudian kekhawatiran kami akan dampak pertambangan yang secara tipikal kita tahu ada dampak lingkungan eknomoi lokal dan sosial dalam jangka panjang," jelasnya.
"Itulah latarbelakang kami membuat kajian cepat tersebut tentunya untuk memberikan seruan tuntutan agar kekeran di Papua segera dihentikan," sambungnya.
Sebagai informasi Ashof sendiri merupakan satu dari 19 peneliti dari 9 lembaga beserta koalisi yang mebuat kajian cepat yang kemudian disiarkan dalam sebuah podcast oleh Haris dan Fatia.
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pencemaran nama baik ini, Haris Azhar telah didakwa Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Kemudian Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Selanjutnya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Terakhir Pasal 310 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar. Kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.