Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Praktisi Hukum Nilai Bhinneka Tunggal Ika dan Piagam Madinah Tekankan Pentingnya Hargai Perbedaan

Praktisi Hukum Agus Widjajanto, bicara mengenai relasi antara Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan Piagam Madinah.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Praktisi Hukum Nilai Bhinneka Tunggal Ika dan Piagam Madinah Tekankan Pentingnya Hargai Perbedaan
Istimewa
Praktisi hukum Agus Widjajanto. 

"Jika melihat kondisi saat ini, kekhawatiran Mr Soepomo tentu bisa dipahami. Karena sekarang lebih banyak orang hanya menuntut hak sebagaimana diatur Piagam PBB, Declaration of Human Right, tetapi tidak memikirkan kewajibannya sebagai warga negara," ujarnya.

Karena itu pula, Calon Mahasiswa Doktor Universitas Padjajaran Bandung itu membenarkan pidato Bung Karno, bahwa kalau jadi Hindu janganlah jadi orang India. Kalau jadi Islam janganlah jadi Orang Arab. Kalau jadi Kristen janganlah jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi Orang Nusantara dengan hidup berdasarkan adat-istiadat orang Nusantara.

"Intinya, jadilah manusia beragama apapun agamamu. Dan, jadilah orang Indonesia yang menghargai adat-istiadat dan budaya Indonesia. Karena ke depan keyakinan atas ke-Indonesia-an ini akan luntur jika kita tidak berpegang teguh bahwa kita orang Indonesia bukan bangsa barat atau bangsa jazirah timur," ucapnya.

Di sisi lain, Agus Widjajanto menyinggung penyebar Agama Islam di Tanah Jawa yaitu Sayyid Ja'far Sodiq yang mendirikan masjid di Desa Kerjasan Kota Kudus pada tahun 1503 Masehi. Masjid itu saat ini dikenal dengan nama Masjid Menara Kudus.

Masjid yang sangat legendaris karena bangunan menara mengambil dari bekas pure peribadatan dalam agama Hindu. Sayyid Ja'far Sodiq atau dikenal dengan sunan Kudus sendiri diketahui lahir di Kota Al Quds Palestina, 9 September 1400 Masehi/808 Hijriah.

Pada saat Sunan Kudus menyebarkan agama, masyarakat Kudus dan sekitarnya masih memeluk agama Hindu. Melalui pendekatan budaya dan adat-istiadat, beliau mendapat sambutan hangat di hati masyarakat. Saat itu, Sunan Kudus memfatwakan bagi masyarakat Kudus tidak boleh memotong menyembelih sapi.

Hal ini merupakan politik hukum yang diambil untuk menghormati umat beragama Hindu yang mengkeramatkan hewan sapi dalam kepercayaan mereka. Hingga saat ini, masyarakat di Kudus patuh dan hormat tetap memegang teguh tradisi dari fatwa Sunan Kudus tersebut meski jaman telah berubah.

Berita Rekomendasi

Dibalik fatwa Sunan Kudus tersebut, menurut Agus ada pesan dan ajaran yang disampaikan bahwa kita harus menghormati antar umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Pola pikir Sunan Kudus itu bisa menjangkau ratusan tahun ke depan. Bahwa bangsa ini dibentuk dari beberapa perbedaan dan menyatu dengan cita-cita bersama yang bernama Indonesia.

Baca juga: Praktisi Hukum Paparkan Krisis Multidimensi yang Dihadapi Bangsa Indonesia

"Bhineka Tunggal Ika dengan Piagam Madinah itu senafas. Keduanya sama-sama menekankan pentingnya menghargai perbedaan, bahwa yang mayoritas menghargai yang minoritas, yang minoritas memahami yang mayoritas. Bhineka Tunggal Ika sejalan dengan ajaran Islam mengenai persatuan yaitu Ukhuwah Islamiah, Ukhuwah Wathoniah dan Ukhuwah Bashariah," pungkas Agus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas