Pakar Komunikasi Soal Konflik Rempang: Calon Investor Bisa Tidak Nyaman, Dialog Harus Diutamakan
Menurut Andre, konflik Rempang terjadi karena ada aspek komunikasi yang belum klir antara pemerintah, calon investor, dan masyarakat.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Pakar komunikasi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Andre Rahmanto, memberikan tanggapannya terkait konflik agraria di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Diketahui, Pulau Rempang menjadi sorotan lantaran adanya bentrokan antara warga dengan aparat keamanan.
Warga Pulau Rempang menolak direlokasi atau dipindahkan, buntut rencana mega proyek Rempang Eco-City di wilayah tersebut.
Menurut Andre, konflik ini terjadi karena ada aspek komunikasi yang belum klir antara pemerintah, calon investor, dan masyarakat.
Pemerintah dan pihak investor semestinya bertemu terlebih dahulu dengan masyarakat melalui pendekatan dialogis.
"Bagaimanapun masyarakat yang sudah tinggal lama di situ harus dihormati dan didengar apa harapan mereka, apa kemauan mereka, sehingga bisa dicapai solusinya," ungkap Andre saat ditemui, Selasa (19/9/2023).
Baca juga: PDIP Soal Kasus Rempang: Rakyat Tak Boleh Dikorbankan
Bisa Buat Calon Investor Tidak Nyaman
Andre menilai konflik Pulau Rempang dapat berakibat pada kurang nyamannya iklim investasi di Indonesia.
Terlebih, sejumlah media asing telah menyorot kasus ini.
"Tidak akan nyaman juga bagi investor, apalagi mega proyek seperti itu. Setelah muncul pemberitaan hingga luar negeri, investor pasti akan berpikir ulang soal keamanan, bagaimana social licensed, dukungan dari publik, tentu itu akan sangat diperhitungkan bagi investor," ungkapnya.
Menurutnya, ke depan pemerintah harus mengevaluasi komunikasi agar tidak kembali terjadi konflik agraria.
Kasus di Rempang dinilai Andre seperti pengulangan dari banyak kasus konflik lahan yang digunakan untuk pengembangan bisnis atau investasi.
Seperti di Rembang dan Purworejo maupun daerah lain.
"Kalau pemerintah masih menggunakan, apalagi dengan TNI, justru akan meningkatkan skala konfliknya, tidak menguntungkan untuk pemerintah maupun investor."
"Kalau tujuan untuk investasi masuk dan berkelanjutan, faktor seperti ini harus diselesaikan dulu," pungkasnya.
Baca juga: Panglima TNI Klaim Tak Ada Pengerahan Pasukan ke Pulau Rempang untuk Penanganan Demo