Pakar Hukum Tata Negara Kritik Gugatan Usia Capres: Jangan untuk Luluskan Hasrat 1 Keluarga Tertentu
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman baru-baru ini mengatakan, proses pemeriksaan terhadap "judicial review"
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman baru-baru ini mengatakan, proses pemeriksaan terhadap "judicial review" (uji materi) usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah selesai.
Katanya, putusan atas gugatan usia minimal capres/cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun tinggal diumumkan oleh MK.
Lalu apa putusan MK, menolak atau mengabulkan?
Dari isu yang beredar, gugatan perkara Nomor 29, Nomor 51 dan Nomor 55 tentang syarat usia capres/cawapres minimal 35 tahun itu telah ditolak oleh MK.
Namun pembacaan amar putusan itu belum dibacakan oleh MK.
Disinyalir, hal itu terjadi karena ada gugatan baru yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 11 Maret (UNS) Surakarta dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memohonkan syarat menjadi capres/cawapres adalah berusia 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Diminta tanggapannya soal itu, Pakar Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar mengaku pihaknya tidak menolak batas usia minimal capres/cawapres diturunkan ke aturan awal yakni 35 tahun.
Hal ini, katanya, untuk memberikan kesempatan anak-anak muda untuk berkarya bagi bangsa dan negara.
“Apalagi negara ini dibangun dari cita-cita besar anak-anak muda,” katanya dalam cuplikan video yang dikirim kepada wartawan yang menghubunginya, Senin (25/9/2023).
Hanya saja, kata Uceng, panggilan akrabnya, problemnya adalah ketika bangunan cita-cita besar itu hanya untuk meluluskan hasrat satu keluarga tertentu atau orang tertentu yang mau menjadi capres.
"Kita tidak boleh kemudian membawa kepentingan negara atau konsep kenegaraan untuk kepentingan orang per orang. Apalagi ini ujug-ujug. Partai-partai kan sudah sepakat usia capres/cawapres minimal 40 tahun, dan kalau soal usia begini kan "open legal policy" saja, menurut apa yang diinginkan oleh partai-partai," jelasnya.
“Open legal policy” atau kebijakan hukum terbuka adalah kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam undang-undang yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR RI.
Menurut Uceng, semula aturan usia minimal capres/cawapres adalah 35 tahun, kemudian partai-partai menggesernya dari 35 tahun menjadi 40 tahun.
"Saya yakin ada kepentingan sesaat menarik dari 40 ke 35 tahun. Tapi menariknya kembali dari 40 menjadi 35 tahun juga pasti ada kepentingan sesaat," tegasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.