Pasal Pengamanan Zat Adiktif di RPP UU Kesehatan Ditolak Asosiasi Pertembakauan dan Kadin Jatim
38 Asosiasi Pertembakauan dan Kadin Jawa Timur menolak RPP Kesehatan melalui petisi, Kamis (5/10/2023).
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 38 Asosiasi Pertembakauan bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jawa Timur membuat petisi penolakan keberadaan pasal-pasal pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau di Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (UU Kesehatan).
Ketua Kadin Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menyatakan berbagai pemangku kepentingan di ekosistem pertembakauan memohon kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengeluarkan pasal-pasal terkait tembakau dari RPP Kesehatan.
Kadin juga sepakat untuk menolak seluruh bentuk pelarangan yang mendiskriminasi produk tembakau.
“Petisi ini dikirimkan ke Presiden Jokowi sebagai sebuah permohonan agar regulasi yang akan mengancam keberlangsungan ekosistem pertembakauan nasional segera dihentikan pembahasannya dan dikeluarkan dari RPP Kesehatan,” tegas Adik, dalam kegiatan Sarasehan Pertembakauan yang diinisiasi oleh Kadin Jawa Timur, Kamis (5/10/2023).
Dalam kegiatan Sarasehan tersebut, seluruh asosiasi ekosistem pertembakauan dari hulu ke hilir sepakat bahwa pasal-pasal pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau yang diusulkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di RPP Kesehatan sarat pelarangan total bukan bersifat pengendalian seperti yang diamanahkan oleh UU Kesehatan.
“Perumusan kebijakan tembakau harus dilakukan secara arif, adil, bijaksana, dan melibatkan pemangku kepentingan terdampak sehingga peraturan yang dihasilkan bisa dilaksanakan secara implementatif dan komprehensif,” terang Adik.
Baca juga: Pemerintah Diminta Pisahkan Pembahasan RPP Produk Tembakau dari UU Kesehatan
Kata DPR
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyampaikan pasal-pasal tersebut menimbulkan banyak pertentangan dan mengancam masa depan ekosistem pertembakauan.
Aturan tersebut dinilai sarat dengan agenda internasional, yakni agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang dirancang untuk membentuk aturan global atas pengendalian tembakau yang bersifat pelarangan total.
“Jika dilihat dari klausul aturan yang ada di RPP, fokusnya itu pelarangan total bukan pengendalian. Jadi, sudah jauh melenceng dari UU Kesehatan itu sendiri. RPP ini adalah upaya menyelundupkan FCTC oleh birokrat-birokrat yang anti tembakau. Kepentingan nasional jelas akan terganggu,” jelas Misbakhun.
Misbakhun juga mempertanyakan tentang banyaknya pelarangan produk tembakau di RPP Kesehatan.
“Bagaimana bisa aturan pelaksana UU Kesehatan mengatur sampai aktivitas jual beli? Saya menilai RPP ini mengalami kondisi over kewenangan. RPP kan harusnya melaksanakan (dari aturan UU Kesehatan), tapi ini mengatur ulang seluruhnya. Kalau ini terjadi, hak hidup rakyat yang seharusnya dijamin konstitusi jadi sangat terancam," katanya.
Baca juga: VIDEO EKSKLUSIF DPR Akui Sejak Awal RUU Kesehatan Sudah Timbulkan Pro dan Kontra
Senada, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menegaskan industri hasil tembakau adalah industri padat karya dan padat regulasi.
Saat ini, ada lebih dari 500 peraturan bagi industri hasil tembakau dengan mayoritas adalah pembatasan (89,6 persen). Ia merinci ada 341 aturan di tingkat kabupaten/kota dan 259 dalam bentuk peraturan bupati atau peraturan walikota.
“Dan sekarang ditambah lagi dengan pengaturan seperti RPP yang penuh larangan dan membuat tumpang tindih. RPP akan membuat industri hasil tembakau makin terpuruk. Kami mohon pemerintah mengevaluasi RPP ini,” tutupnya.
(Tribunnews.com)